Ambisi
ambisi [am·bi·si] Kata Nomina (kata benda)
Arti: keinginan
(hasrat, nafsu) yang besar untuk menjadi (memperoleh, mencapai) sesuatu
(seperti pangkat, kedudukan) atau melakukan sesuatu
Proses kehidupan manusia
emang enggak bisa lepas dari yang namanya ambisi untuk mencapai tujuan hidup. Saking
ambisinya dari pagi hingga petang kehidupan seakan berputar pada soal yang
itu-itu saja.
Bangun pagi --
berangkat kerja – kerja – pulang kerja – istirahat.
Begitu seterusanya.
Kalaupun keluar sejenak dari rutinitas hanya sekadar makan di luar dengan
memilih tempat makan yang instagramable. Atau piknik ke sebuah tempat di luar
kota atau memilih jalan-jalan di taman. Namun, keluar sejenak dari rutinitas,
pikiran masih bergelayut soal pekerjaan. Tangan masih memegang telepon genggam.
Grup musik Fourtwnty
melihat fenomena itu dan lahirlah lagu Zona Nyaman yang menyoal tentang
rutinitas yang tak berkesudahan. Pada awal-awal lirik, Fourtwnty seolah
menyindir kehidupan orang-orang ambisius pengejar materi.
Pagi ke pagi ku terjebak di dalam
ambisi
Seperti orang-orang berdasi yang gila materi
Rasa bosan membukakan jalan mencari peran
Keluarlah dari zona nyaman
Seperti orang-orang berdasi yang gila materi
Rasa bosan membukakan jalan mencari peran
Keluarlah dari zona nyaman
Kemudian di bagian refrain, Fourtwnty
kembali mengingatkan hakikatnya seorang manusia. Manusia adalah makhluk mulia
bukan seekor hewan.
Sembilu yang dulu
Biarlah berlalu
Bekerja bersama hati
Kita ini insan bukan seekor sapi
Sembilu yang dulu
Biarlah berlalu
Bekerja bersama hati
Kita ini insan bukan seekor sapi
***
Titik
Nol
Dulu, aku pernah mengalami
hal begini. Terjebak dalam rutinitas yang berputar begitu saja. Waktu itu yang
ada dalam benakku adalah bagaimana mendapatkan materi dan mencapai target
keuangan tertentu.
Dua tahun, aku berjibaku.
Interaksi sosial kukurangi. Saat itu berasa jadi alien. Interaksi dengan
tetangga sekadar menyapa dan sedikit basa basi. Aku bekerja keras demi mencapai
terget keuangan. Dan ambisi itu tunai,
target keuangan yang kukejar melampaui
target.
Hingga akhirnya....
Aku terkena DBD dan semua
seolah kembali ke titik nol. Saat diopname, pikiranku tentang ambisi perlahan lenyap
berganti dengan ribuan pertanyaan soal kehidupan.
“Apa sih tujuan hidupmu
sesungguhnya?”
“Cuma cari uang doang?”
“Punya rumah, mobil, dan
harta benda lainnya?”
“Cuma itu tujuan hidupmu?”
Pikiranku meledak. Aku
nyaris seperti orang gila. Rupanya cinta dunia mengalihkanku pada kehidupan
yang hakiki. Ah betapa bodohnya aku.
Dalam proses kehidupan
ambisi memang diperlukan. Namun tidak baik ketika menjadikan ambisi sebagai
alat utama dalam menggapai tujuan hidup, terlebih jika ambisi itu berhubungan
erat dengan keduniaan. Bahaya. Ternyata banyaknya materi bukanlah jalan
satu-satunya untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan hidup, ketenangan dan
kedamaian.
Banyak penyakit-penyakit
kejiwaan yang akhirnya muncul karena ketidakseimbangan kehidupan. Beberapa
hadist dan ayat dalam Al Quran telah menjelaskan dengan gamblang bahwa dunia
bukanlah tujuan hidup yang sesungguhnya. Sehingga saat aku berada di titik nol,
aku kembali secepatnya mengubah tujuan hidup serta meredakan ekpektasi dan
ambisi.
***
Dalam buku Michael Acton
Smith “Calm, Rileks, Fokus dan Ubahlah Duniamu bercerita banyak tentang
bagaimana mengembalikan ketenangan hidup. Bersyukur dengan berinteraksi dengan
alam dan manusia. Mengembalikan hak-hak tubuh untuk rileks, tidur yang baik dan
mencium aroma-aroma bunga yang bisa mengembalikan rasa syukur akan kehidupan.
Pada beberapa bagian, buku
ini memberikan tips-tips tentang menguasai kecemasan akan sesuatu,
langkah-langkah untuk tidur yang baik, cara untuk mengisi waktu istirahat, dan
tentang bagaimana menguasai pikiran pikiran yang kadang melanglang ke sudut
sudut kehidupan yang belum terjadi.
Ada bagian yang terlihat
begitu sederhana namun rupanya mengembalikan ingatanku pada masa kecil.
Pandangilah Awan
Berhentilah beraktivitas sejenak. Lihatlah ke atas.
Ketika hidup terasa menekan Anda, memandangi awan adalah kegiatan menyenangkan
yang mengingatkan kita akan masa kecil. Memproyeksikan bentuk bentuk antah
berantah versi kita (yang itu mirip topi tinggi, yang di sana mirip papan
seluncur) pada layar besar alam sama dengan membuat doodle di pikiran, cara yang tak mungkin tidak membuka pikiran akan
berbagai kemungkinan, menyuntikkan sedikit keriangan ke dalam hari Anda,
sekaligus membuat Anda menilai ulang posisi Anda di dunia. Kapan terakhir kali
Anda berbaring dan menatap awan? Bentuk apa saja yang bisa Anda lihat di sana?
Secara gamblang buku ini
tidak menuliskan nomor di setiap halaman. Jadi pembaca boleh memulai dari
halaman mana saja. Selain tulisan-tulisan berupa tips ada juga quotes-quote
keren dari orang-orang yang keren juga. Ada salah satu quote yang aku suka...
Makanan enak adalah dasar dari
kebahagiaan murni ~Auguste Escoffier
Buku ini juga memberikan
worksheet (lembar kerja) untuk dikerjakan oleh pembaca.
Detoks
Digital
Ada hal yang juga menarik
di buku ini. Detoks digital. Seperti yang sudah-sudah, apapun pekerjaannya
sepertinya telepon genggam adalah pengikut setia. Bahkan kumpul kumpul bersama
teman, sahabat, sauadara dan orang tercinta, jika tidak disepakati bersama
perangkat digital pasti menjadi orang ketiga yang diam diam mengambil waktu
berharga kita.
Di buku ini dijabarkan
bagaimana cara melawan godaan menyalakan perangkat elektronik.
~Tolong Jangan
Ganggu~
~ Simpan samrtphone anda
di saku ketika bertemu teman
~ Dilarang mengirim email,
menggunakan smartphone, atau bekerja di atas pukul 10 malam
~ Dilarang menyimpan
perangkat elektronik di kamar tidur
~ Dilarang memainkan
perangkat eletronik atau menonton televisi saat sedang makan.
Apabila hidupmu stagnan
dan membingungkan, kemudian seperti tak tahu apa makna dan tujuan hidup,
membaca buku ini sangat disarankan.
Judul Buku: Calm: Rileks, Fokus dan
Ubahlah Duniamu (Calm The Mind, Change the World)
Penulis : Michael Acton Smith Alih bahasa: Pandam Kuntaswari
Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama
***
Mimpi
Dan Menjauh dari Hiruk Pikuk
Aku sudah lama tinggal di
Bogor, salah satu kota kecil yang sudah seperti kota metroplis. Di kota ini,
aku kerap kali melihat macet yang tidak berkesudahan, ambisi dan tekanan yang
tidak kunjung reda, sikut sana sini, meskipun semuanya tenang ketika hujun
turun.
Jarak rumahku dengan
tempatku bekerja hanya sekitar 10 hingga 15 menit naik sepeda motor. Tidak
terlampaui jauh. Cuma kadang aku suka ruwet dengan banyaknya polisi tidur yang
dibuat serampangan, orang orang berkendara dan tidak ikut aturan, kebiasaan
kebiasaan aneh orang di sepanjang jalan dan kemacetan jalan yang diakibatkan
ketidakpekaan manusia dalam berkendara.
Hiruk pikuk yang
berlangsung terus menerus membuatku berpikir ulang untuk menetap lama di kota
ini. Ada rencana untuk kembali ke kampung halaman dengan cita cita sederhana.
Tinggal di pedesaan dengan
lahan yang cukup luas, kemudian berkebun aneka sayur mayur dan buah-buahan.
Beternak ayam, itik manila (entog), bebek dan ikan. Hari-hari dilalui dengan
mengajar, belajar dan berbagi kebahagiaan. Kemudian menuliskan apa yang ada di
benak dan apa saja yang harus ditulis. Sesekali ke kota untuk melihat hiruk
pikuk dan ambisi. Sesederhana itu.
Manusia bukanlah alien, ia
tercipta untuk saling berinteraksi sesama makhluk dan memberi kemanfaatan untuk
semesta (quotenya Erfano).
Bagaimana, kalian setuju?
Tidak ada komentar
Posting Komentar