Aku naik sepeda motor kalau
pergi kantor tempatku berkarya. Selain praktis juga hemat dari segala sisi.
Jarak antara rumah dan kantor ditempuh dengan waktu sekitar sepuluh hingga 15
menit, tergantung kondisi jalan.
Selama perjalanan, banyak hal-hal
yang seru dan menjengkelkan yang aku temui dan rasakan. Jalanan yang berlubang
dan enggak mulus. Pengendara yang sesuka hati dalam berkendara (misal emak emak
yang ngidupin lampu sen ke kanan tapi
dengan santai belok ke kiri). Anak muda yang pakai motor dengan knalpot racing yang suaranya memekakkan telinga,
kalau motornya ada di depan kita, hembusan angin dari knalpot nyelonong nggak sopan ke muka, bikin
geram. Atau pengandara mobil yang kalau bawa mobil santainya kebangetan karena
ternyata baru belajar mobil dan kalau berpapasan dengan mobil lain lajunya
makin melambat karena mobilnya takut tergores. Atau pengendara mobil yang kita
kira baru belajar karena bawa mobilnya begitu lamban ternyata berkendara sambil
teleponan. Ada lagi. Perjalanan terganggu ketika sepanjang perjalanan ada
semacam gundukan yang dibuat serampangan biar kita enggak ngebut di jalan dan setiap beberapa meter sekali gundukan itu
nongol. Tahu gundukan itu apa? Polisi tidur. Gila aja, sepanjang perjalanan aku ke kantor yang cuma ditempuh sekitar
sepuluh menitan, aku harus menemui polisi tidur sekitar “ratusan”. Udah kayak
wafer Tango aja.
Polisi
Tidur.
Ini bukan polisi yang
pasang badan melintang di jalan terus tidur. Bukan ya. Hasil dari pencarian di
wikipedia, menjelaskan...
Masalahnya
adalah emang enggak ada aturan baku atau standar baku dalam membuat polisi
tidur. Dari “ratusan” polisi tidur yang aku temui, bentuk ukurannya tuh macam-macam dan dibuat beberapa
meter sekali. Ada polisi tidur yang dibuat besar dan tinggi dan sengaja dibuat
oleh pemilik rumah di depan rumahnya. Yang kalau kita lewat, kadang bagian
bawah motor kita harus rela terbentur. Aku agak heran aja sih, pemilik rumah itu mau buat polisi tidur atau mau buat
tembok. Sekalian aja buat tembok biar
orang-orang enggak bisa lewat, kadang aku suka jengkel kalau lewat di jalan
itu. Masalahnya itu adalah jalan desa, yang semua orang bisa akses.
Ada
juga polisi tidur yang kecil-kecil tapi dibuat menjadi tiga polisi tidur yang
melintang. Kalau motor lewat berasa sedang masuk ke adonan semen molen terus
goyang-goyang, kalau polisi tidur macam gini
cuma satu sih agak mendingan,
masalahnya beberapa meter kemudian dua hingga tiga polisi tidur tiga melintang
akan datang lagi, makin buat badan bergoncang.
Ada
juga polisi tidur yang dibuat besar tapi sedikit landai, kalau yang ini agak
lega ngelewatinnya. Terus enggak ada benturan antara bawah motor dengan aspal
polisi tidur. Terus ngeremnya
pengandara juga enggak ekstrim ekstrim banget
kayak polisi tidur yang sudah sudah.
Apapun
itu jenis polisi tidur. Satu yang buat boros, kampas rem yang habis karena
sedikit sedikit harus ngerem. Bahkan
ada salah satu bagian favoritku dan banyak pengendara kalau lewatin polisi tidur yaitu bagian polisi
tidur yang kegerus arus air atau tercongkel. Jadi ada bagian polisi tidur yang
rata sama jalan dan itu jadi bagian favorit pengendara untuk lewat.
Sebenarnya
aku sih enggak masalah dengan adanya
polisi tidur, hanya saja banyak yang sembarangan dalam membuat polisi tidur.
Padahal dalam pembuatan polisi tidur itu ada aturannya.
Aturan Membuat Polisi Tidur
Ternyata
dalam membuat polisi tidur itu enggak boleh sembarangan. Karena hal ini
berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan bagi pengguna jalan. Bahkan harus ada
rambu-rambu pemberitahuan mengenai adanya polisi tidur ini. Biar orang bisa
siap-siap dan keselamatan pengendara dapat ditingkatkan. Khusus malam hari,
polisi tidur dilengkapi dengan marka jalan dengan garis serong berwarna putih
atau kuning yang kontras sebagai pertanda. Namun, kebanyakan polisi tidur
warnanya sama dengan jalan sehingga pengendara sering mengalami kecelakaan
karena polisi tidur ini.
Nih ya, polisi tidur di Indonesia ini umumnya banyak yang bertentangan dengan
desain polisi tidur. Standar dalam membuat polisi tidur sudah di atur dalam
Keputusan Menteri perhubungan No.3 tahun 1994 tentang Alat
Pengendali dan Pengaman Pemakai Jalan. Semua diatur agar meminimalisir kecelakaan pengendara khususnya
pengendara sepeda motor.
Adapun
standar khusus dalam membuat polisi tidur berdasarkan Keputusan Menteri
perhubungan No. 3 Tahun 1994 adalah polisi tidur yang dibuat memiliki sudut
kemiringan 15% dan tinggi maksimum ya (paling tinggi) tidak lebih dari 120 mm.
Tinggi 120 mm kalau dijadikan cm, tinggi maksimal cuma 12 cm. Itu enggak
tinggi-tinggi banget kan? Tapi kalau
lihat kenyataannya di jalanan tingginya bisa mencapai 20 hingga 25 cm. Ada yang
tingginya standar 12 cm tapi sudut kemiringannya lebih dari 15% menyiksa para
pengendara. Sedangkan lebar dalam membuat polisi tidur minimal adalah 15 cm. Lumayan lebar loh 15 cm
itu. Kenyataannya, sudah tingginya di atas 12 cm, lebarnya kurang dari 15 cm.
Membuat pengendara perlu bernafas panjang.
Nah, polisi tidur juga enggak sembarangan dibuat setiap beberapa meter
sekali. Masih dalam peraturan di atas, polisi tidur boleh dibuat di jalan pada
lingkungan pemukiman, jalan lokal yang memiliki kelas jalan IIIC dan
jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan konstruksi.
Hukuman pidana
Enggak
sembarangan loh orang boleh membuat
polisi tidur. Aturan yang jelas jika dilanggar ada hukuman pidananya yaitu
berdasar pasal 28 ayat (1) dan (2). Kemudian secara rinci dijelaskan kembali
pada Pasal 274 dan 275 UU No.22 tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan
Umum. "Setiap
orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan
fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)"
Namun, kayaknya banyak yang nggak ngeh mengenai aturan dan hukuman
pidana terkait dengan pembuatan polisi tidur, sehingga masih banyak saja kita
temukan banyak polisi tidur yang enggak sesuai aturan.
Perlunya Edukasi
Edukasi
mengenai pembuatan polisi tidur sepertinya terdengar sepele dan remeh. Namun,
perlu dilakukan mengingat salah satu pencetus kecelakaan di jalanan adalah
adanya polisi tidur.
Edukasi
bisa dilakukan di setiap kelurahan kemudian diturunkan lagi di setiap RW.
Setidaknya masyarakat menjadi paham dan mengerti soal pembuatan polisi tidur.
Karena pembuat polisi tidur tidak sembarangan sehingga perlu juga dipilih
orang-orang yang memiliki kewenangan dan kompetensi.
Namun,
jika belum ada rencana edukasi, ada baiknya kita yang tahu mengenai aturan
dalam pembuatan polisi tidur memberitahu tetangga, teman atau saudara mengenai
perihal ini. Setuju?
Semoga
tulisan ini membantu. Terima kasih.
Baca juga!
Sepuluh Tahun
Diet
Ingin Terus Sehat, Ikuti 7 hal Ini
Baca juga!
Sepuluh Tahun
Diet
Ingin Terus Sehat, Ikuti 7 hal Ini
Tidak ada komentar
Posting Komentar