Tahun
2004
Pagi itu ruangan televisi
di kossan yang aku tempati begitu heboh. Breaking
News di beberapa televisi swasta membuat kakak di kossan terperanjat.
Gelombang laut setinggi beberapa meter menerjang Aceh. Ribuan orang menjadi
korban.
“Astaghfirullah. Ada gempa
bumi dan tsunami di Aceh,” teriak kakak kos.
Aku dan beberapa orang yang
berada di lantai dua turun ke ruang televisi. Kepalaku nanar menyaksikan video
gelombang yang memporakporandakan Aceh. Mataku menahan duka. Nafasku tak
beraturan.
“Ya Allah. Ampuni kami!”
bisikku dalam hati.
Kami pun saling mengecek,
terutama teman-teman yang berasal dari Aceh. Di kelas jurusanku, kebetulan ada
satu orang yang berasal Aceh. Di kossanku ada beberapa kakak kelas yang juga
berasal dari Aceh.
Berita tentang gempa dan
tsunami di Aceh menjadi berita yang sangat hangat. Kekhawatiran demi
kekhawatiran terlihat di mata teman-teman mahasiswa yang berasal dari Aceh.
Beberapa keluarga mereka di kampung tidak dapat dihubungi.
Tahun
2005
Pergantian tahun biasanya
ditunggu oleh banyak kalangan. Namun tidak untuk kali ini, suasana duka bagi seluruh
rakyat Indonesia masih begitu terasa kuat. Rasanya terlalu miris ketika merayakan
pergantian tahun sedangkan di belahan bumi lain sedang dirundung duka.
Beberapa teman dan aku
berkunjung ke asrama mahasiswa Aceh. Kami melihat bagaimana keresehan
teman-teman di sana. Beberapa pengumuman-pengumuman terkait dengan bencana
tertempel di sana sini. Beberapa bantuan berupa baju layak pakai tersimpan rapi
di dalam karung dan kardus.
Komti di kelas kami
akhirnya mengusulkan untuk melakukan pengggalangan dana bagi teman-teman yang
terkena musibah. Tanpa berlama-lama, aksi penggalangan kami lakukan di
seputaran Jalan Padjajaran Bogor. Alhamdulillah beberapa juta hasil dari
penggalangan telah kami peroleh.
Selain mencari dana dengan
turun di jalan-jalan, kami juga mengumpulkan beberapa barang layak pakai. Saat semuanya
terkumpul kami salurkan ke asrama Aceh. Alhamdulillah semua berjalan dengan
lancar.
Keluarga teman kami yang
berasal dari Aceh, Alhamdulillah sudah dapat dihubungi. Semuanya dalam keadaan
baik, meskipun begitu gempa bumi dan tsunami berdampak besar bagi perekonomian
di Aceh.
Kumpulan
Buku Puisi
Tahun 2005 adalah tahun kelulusan bagi kami, namun sebelumnya kami harus praktik magang di
perusahaan perusahaan perkebunan. Karena program yang aku ambil adalah
Pengelola Perkebunan dan awal Februari kami harus berangkat. Kebetulan aku
dapat tempat magang di Kalimantan Tengah, di perusahaan sawit milik Astra Ago
Lestari.
Sebulan sebelum magang,
sekitar awal bulan Januari. Aku membaca surat kabar tentang pengumpulan puisi
yang akan dijadikan antologi puisi Untuk Aceh. Jujur, aku yang lebih menyukai
untuk mem buat cerita pendek merasa kurang percaya diri. Namun, aku coba buat
beberapa puisi. Niatnya untuk ikut serta dalam mengenang tragedi ini.
Berbekal email yang
dicantumkan panitia di surat kabar, aku mengirim sekitar tiga buah puisi. Waktu
itu, aku mengirim lewat warung internet (warnet) yang banyak bertebaran di
sekitar kampus.
Setelah mengirimkan puisi
tersebut. Aku sudah tidak ingat lagi karena sudah sibuk mempersiapkan magang di
Kalimantan Tengah.
Bulan Februari aku
berangkat ke Kalimantan. Hal yang aku amati di magang kali ini adalah terkait
pemupukan di perkebunan kelapa sawit milik Astra. Di Kalimantan, aku masih
mengupdate kejadian gempa dan tsunami di Aceh dari berita-berita televisi.
Banyak kegiatan-kegiatan amal yang dilakukan beberapa publik figur untuk menggalang
dana bagi masyarakat Aceh dan sekitarnya.
Aku magang selamat empat
bulan. Kemudian mulai menulis laporan akhir, sidang dan aku dinyatakan lulus
dari program diploma sekitar bulan Agustus. Kemudian aku melanjutkan di sarjana
ekstensi IPB dengan program Agrbisnis.
Suatu waktu aku kembali
teringat puisiku. Sudah lama aku menunggu kabar, apakah puisiku masuk juga ke
dalam kumpulan puisi untuk Aceh. Kalau iya kenapa tidak ada kabar? Sebab jika
masuk, para penulis akan dikabari dan diberikan satu eksemplar buku kumpulan
puisi. Ah, barangkali aku belum beruntung, gumamku membesarkan hati.
Sampai akhirnya....
Saat berkunjung ke toko
buku Gramedia. Aku menyusuri buku-buku baru, biasanya kumpulan cerita pendek
dan novel . Sampai akhirnya aku juga iseng menyusuri rak buku kumpulan puisi. Mataku
tertuju pada buku baru yang ada di rak. Buku tersebut berjudul Duka Aceh Luka
Kita (Kumpulan Puisi Penyair Indonesia Mengenang Tragedi Aceh dan Bencana Tsunami).
Nafasku memburu. Degub jantungku tak beraturan. Aku deg-degan. Kucari
buku yang sudah dibuka sampul pastiknya. Aku bergegas membuka daftar isi
berharap ada namaku di situ. Dan... nama dan puisiku tertera di halaman 80. Aku
hampir saja berteriak senang. Jarang jarang aku membuat puisi ternyata masuk
kumpulan puisi bareng penyair penyair hebat.
Inilah puisiku yang masuk
dalam buku Kumpulan Puisi Duka Aceh Luka Kita.
Air Mata Mamak
Air Mata Mamak
Dari mata-mata mereka: mamak, ayah, cut bang, cut kak....
Setelah bertahun-tahun terperihkan
Hingga satu peristiwa yang memuaskan
Mata yang bertetes air mata
Mata penuh perjuangan, pengharapan dan kelukaan
Sudah cukuplah air mata itu habis?
Sudah cukupkah penderitaan ini berakhir?
Sudahlah....
Cukup untuk menyudahinya, Mamak!
Ada ikhlas yang muncul dari lengkingan bibir itu
Ada semangat yang bercahaya di wajah rentanya
Ia masih memiliki harapan
Bogor, 09 Januari 2005
Di dalam kumpulan puisi
tersebut ternyata ada juga puisi M. Aan Mansyur. Saat aku lihat penyair penyair
lain, ternyata aku tidak ada apa-apa dibandingkan mereka yang sudah malang
melintang di dunia sastra. Namun aku bangga bisa berada satu buku kumpulan
puisi bersama mereka.
Tahun
2018
Sebelum tepat mengenang
tragedi gempa bumi dan tsunami Aceh, Sabtu malam, 22 Desember 2018. Indonesia
kembali berduka. Sebelumnya tsunami dan gempa di Palu Donggala, sebelumnya lagi
gempa bumi di Lombok. Kali ini, Banten dan Lampung terkena bencana tsunami
tanpa peringatan, tanpa gempa bumi terlebih dahulu.
Minggu pagi, aku
dikagetkan dengan beberapa video di instagram dan youtube mengenai gelombang
laut pasang yang akhirnya dinyatakan sebagi tsunami.
Sepanjang hari aku
mengamati perkembangan yang ada. Teman-teman dari Salam Aid (salah satu
komunitas kemanusiaan di Sekolah Alam Bogor) langsung berangkat membawa
ambulance dan obat-obatan. Hatiku terenyuh. Sebelumnya tim Salam Aid melalui
gerakan #gururelawan telah benyak membantu saudara-saudara kita di sekitar
Bogor, Lombok dan Palu. Bahkan di Lombok dan Palu, bantuan tidak hanya selesai
dalam jangka waktu yang singkat, namun berkesinambungan beberapa tahun ke
depan.
Dari grup WA, aku memantau
keberangkatan teman-teman Salam Aid menuju Banten. Semoga mereka selalu
dilimpahi kebaikan, kesehatan dan keberkahan.
Aku menghela nafas. Merenung.
Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di kehidupan manusia berikutnya. Bencana
apa yang akan terjadi. Keajaiban-keajaiban apa yang akan terjadi. Tugas kita terus
menjalani kehidupan ini lantas pasrah pada Allah, banyak berdoa, meminta
ampunan dan hidup bersahaja serta berharmoni terhadap alam dan semesta. Semoga
kita senantiasa mendapat perlindungan dari Allah. Aamiin.
Sudah 14 tahun tragedi
gempa bumi dan tsunami menimpa Aceh. Kebetulan adik laki-lakiku yang berprofesi
sebagai tentara bertugas di Aceh. Kini Aceh sudah banyak berbenah. Tinggal kita
ikut membenahi Lombok, Palu, Banten dan Lampung serta membenahi hati ini untuk
lebih peka dalam membaca tanda tanda alam.
Mudah-mudahan tulisan ini
memberi manfaat. Terima kasih....
mengenang gempa dan tsunami di aceh..
BalasHapuswaktu itu keluarga saya sudah pindah ke Medan.
kami dapet gempanya. jam 8 pagi.
baru kali itu ngerasain gempa.
adek temen saya yang masih duduk di bangku sma di banda aceh sudah dinyatakan hilang. keluarga mereka di sigli, pun mengadakan tahlilan untuknya. tapi pas lagi tahlilan, anak itu pulang...
ya Allah, semua orang heboh, dan saya yang denger ceritanya aja ampe ikutan nangis...