Saat pagi menjelang, salah
satu aktivitas yang saya lakukan adalah mengecek telepon genggam. Apa saja yang
akan saya buka di telepon genggam pintar saya? Biasanya saya akan mengecek
pesan di whatsapp, melihat lalu lintas di beberapa grup, terutama grup di tempat
saya bekerja. Pastinya grup yang ada di sekolah tidak hanya satu, bisa sampai
sepuluh grup. Grup dengan personil lengkap seluruh sekolah mulai dari guru,
admin, direktur, leader, hingga
satpam dan custodian (office boy).
Grup satu divisi. Grup acara tertentu dll. Belum lagi grup komunitas. Grup
alumni dan puluhan grup lain. Selain membaca chat teman-teman yang saya baca
terakhir di jam delapan malam (jam saya tidur), saya juga membalas beberapa
percakapan atau pesan secara personal. Ya, kebanyakan memang urusan pekerjaan.
Masih berhubungan dengan
telepon genggam, setelah mengecek pesan di aplikasi whatsapp satu persatu, aktivitas
berlanjut dengan membuka sosial media. Biasanya saya akan melihat instagram
terlebih dahulu, dilanjutkan dengan facebook kemudian berlanjut melihat
youtube. Untuk instagram, saya tidak hanya mengecek akun instagram pribadi
namun mengecek beberapa akun instagram sekolah yang dipercayakan pengelolaannya
oleh saya. Kebetulan saya ada di divisi media dan komunitas.
Nah, pagi ini ada yang
menarik di sosial media terutama facebook dan instagram. Banyak netizen yang
beramai-ramai menggunakan hastag 10 year challenge (tantangan 10 tahun). Aku
pikir ini tantangan apa. Ternyata, tantangan ini adalah tantangan dengan
menggugah foto lama (sekitar tahun 2008 dan 2009) kemudian dibandingkan dengan
foto sekarang (tahun 2018 dan 2019). Rata-rata yang saya lihat adalah
membandingkan perubahan di tahun 209 dan 2019.
Semakin beranjak siang,
foto-foto terkait dengan #10yearschallenge semakin wara wiri di linimasa. Saya
pun iseng untuk mengikuti tantangan ini. Kebetulan beberapa foto di tahun 2009
tersimpan baik di akun facebook saya. Agar foto tidak jauh berbeda, saya
melakukan swafoto di tahun 2019 dengan mencoba menyamakan antara angle dan
ekspresi wajah. Meskipun tetap hasilnya tidak sama. Kemudian foto saya unggah
di akun facebook saya. Namun, saya tidak mengunggahnya di akun instagram.
Menelisik tantangan ini,
sebenarnya menarik untuk saya renungkan mengingat sepuluh tahun bukanlah waktu
yang sebentar dalam proses kehidupan yang telah dilalui. Secara fisik, sepuluh
tahun mungkin untuk beberapa orang membawa perubahan yang cukup signifikan. Bagi
saya, sepuluh tahun tidak terlalu signifikan perubahan di wajah. Hanya sedikit
lebih berisi dan ada tambahan kumis dan jenggot. Namun, perubahan fisik secara
fitrah pasti berubah. Lantas, bagaimana dengan perubahan karakter atau tingkah
laku? Apakah ada perubahan? Atau tetap sama saja?
2009
Tahun 20019 adalah tahun
ketiga saya berada di Sekolah Alam Bogor. Saat itu, saya dipercayakan untuk memegang
kelas satu SD. Di tahun tersebut, usia saya masihlah muda, sekitar 20an plus
plus.
Di usia yang terbilang
masih muda, semangat saya saat itu begitu menggebu-gebu. Mengajar penuh
totalitas dengan semangat luar biasa. Emosi saya pun masih terbilang labil. Naik
turun. Kalau melihat kennagan yang diingatkan facebook setiap hari, saya kadang
suka geli dengan status yang saya tulis di tahun tahun tersebut. Memang teknologi
di tahun 2009 belum secanggih seperti di tahun 2019, jadi masih banyak status
status berupa tulisan pendek yang tidak disertai foto.
Yang membuat geli adalah
status-status yang dibuat alaynya
luar biasa. Tata bahasa masih okelah, jarang saya menulis alay dengan tulisan
yang aneh atau disingkat-singkat. Namun isinya, Masya Allah malu kalau dibaca lagi. Rata-rata, statusnya tentang
acara televisi yang ingin ditonton, lagi menunggu sesuatu, lagi kesal dan benci
dengan seseorang, serta status dengan tulisan pendek yang enggak banget untuk dibaca lagi. Kadang saya
suka geleng-geleng kepala, ternyata dulu saya pernah alay ha...ha...ha.... Apa coba, cuma dengerin sebuah lagu kemudian
liriknya dijadikan status dengan tambahan-tambahan kalimat tertentu. Pokoknya
geli. Jadi, kalau facebook mengingatkan saya terkait kenangan di masa lampau. Status
status alay yang enggak penting,
biasanya akan saya hapus. Biar tidak ada rekam jejaknya di facebook. Masalahnya
kalau anak sudah besar dan baca tulisan bapaknya yang berbau-bau alay, jadi malu sendiri kan?
Nah, di tahun 2009 yang
saya ingat sekali adalah tentang tingkah laku. Ini juga sedikit malu-maluin. Emosi
yang meletup-letup, baperan dan mudah tersinggung. Aduh, waktu itu sepertinya
PR banget buat saya mengubahnya
perlahan-lahan. Jujur, memiliki sifat tidak elok seperti itu membawa energi
negatif untuk saya dan tempat saya bekerja. Saya paham, kalau karakter yang ada
terbangun dari masa kecil kemudian mengakar di usia usia dewasa tidak mudah
diubah seperti membalikkan telapak tangan. Tapi, memolesnya untuk diarahkan
pada sesuatu yang bermanfaat yang perlu dilakukan.
Di tahun 2009 itu, saya
juga mulai aktif ngeblog. Saat itu saya ngeblog di blogdetik milik detik (dot)
com. Saking semangatnya ngeblog, selama tiga bulan saya posting tulisan tanpa
henti. Kerenlah waktu itu. Ngeblog jadi “mainan” asik dan membawa pikiran saya
lebih luas mengenal dunia luar.
Karena ngeblog di
blogdetik, saya dapat mengenal banyak bloger, mengikuti banyak event-event
penting tentang dunia blogging seperti Pesta Blogger. Semenjak ngeblog di tahun
itu juga, saya wara wiri ke luar kota mengikuti event-event bloger di Bali,
Solo, Yogya, Surabaya, Bandung dan Jakarta. Saat itu, bagi saya dunia rasanya
begitu dinamis dan memberikan banyak energi untuk proses kehidupan saya.
2019
Tahun 2019, usia saya
sudah masuk 30 tahun plus plus. Sudah tidak muda lagi, juga belum terlalu tua.
Namun, energi raga tidak semeluap sepuluh tahun silam yang begitu semangat dan
membara.
Tahun 2019, saya sudah
tidak memegang kelas di Sekolah Alam Bogor. Pekerjaan saya lebih fokus untuk
mengelola media terutama sosial media sekolah, menginisiasi komunitas-komunitas
yang mulai bermunculan di sekolah dan menjalankan beberapa event-event penting
sebagai bagain dari branding dan marketing sekolah.
Kalau dibilang kangen
untuk kembali mengajar, jujur iya, saya merindukan berinteraksi dengan
anak-anak terutama kelas bawah (saya lama mengajar di kelas satu SD, sekitar
lima tahun). Namun, untuk terus mengajar dan berdiam di kelas, sepertinya bukan
masanya saya lagi sehingga sekolah menempatkan saya di posisi yang sekarang.
Alhamdulillah.
Di tahun 2019 ini amanat
saya juga tidak hanya di sekolah. Akhir tahun 2017 kemarin, saya menikah
(uhuy), jadi sudah tidak boleh terlena. Apalagi Insyaa Allah di bulan Maret ini,
anak pertama kami akan lahir. Semoga Allah memudahkan dan meringankan proses
kelahiran Maret nanti. Aamiin.
Bicara soal karakter diri,
emosi yang dulu meletup-letup perlahan mulai menurun, walapun tidak 100%
hilang. Baperan masih ada, hanya saja tidak separah dulu. Ada satu hal yang
lumayan menjadi sorotan saya, beberapa tahun belakangan ini tingkat
kekhawatiran saya akan sesuatu cukup tinggi. Misalnya kalau sedang mengalami
peristiwa tertentu, pikiran di kepala melanglang jauh melampau realitas.
Mengerikan. Di sini, saya belajar untuk terus berpikir positif.
Tahun 2019, saya juga
mulai aktif ngeblog lagi. Sebenarnya mulainya di tahun 2018 dengan mengusung
domain sendiri. Alhamdulillah, perlahan namun pasti saya mulai kembali
membangun branding diri sebagai
seorang bloger. Apalagi selama bertahun-tahun mengunjungi banyak tempat wisata,
tempat makan, rasanya sayang jika harus dilewatkan begitu saja tanpa rekam
jejak yang jelas. Belum lagi pemikiran-pemikiran “aneh” di otak yang harus
disalurkan dalam bentuk kata-kata. Semoga Allah juga memudahkan dan meringankan
blog ini menjadi blog yang memiliki banyak manfaat.
Harapan
Saya tidak pernah tahu
akankah sepuluh tahun ke depan akan direngkuh atau tidak. Namun, sejatinya
manusia yang menjalankan proses kehidupan adalah memberikan banyak manfaat
untuk sekitar. Semoga masih diberi umur untuk sepuluh tahun ke depan dan terus
memberikan kebaikan untuk sesama. Aamiin.
Tidak ada komentar
Posting Komentar