Kereta dari Stasiun Kotabumi melaju ke
Stasiun Kertapati Palembang. Saya tidak ingat persis , kereta berhenti di berapa
stasiun karena malam makin beranjak. Saya terlelap hingga adzan subuh lamat
lamat terdengar dari telepon genggam istri.
Pukul tujuh kurang, kereta yang kami
tumpangi berhenti di Stasiun Kertapati. Saat turun, hati saya begitu riang
berbunga-bunga. Bayangkan, setelah melanglang ke berbagai daerah di Indonesia
dari barat hingga timur. Kota Palembang belum saya jamah sekalipun, padahal
secara jarak, antara Palembang dan Kotabumi terbilang tidak jauh, apalagi akses
transportasi yang dapat dijangkau melalui kereta sudah ada sejak tahun 90-an.
Stasiun Kertapati, Palembang
Kalau menginjakkan kaki ke Sumatera
Selatan, saya sudah pernah beberapa kali menjajak. Sebelumnya, saat adik
laki-laki saya berhasil menjadi tentara dan pengukuhan serta penempatan. Kami
sekeluarga berkesempatan mengunjungi Sumatera Selatan, namun hanya sampai Lahat
dan Baturaja, tidak sampai Palembang.
Saya dan istri keluar dari gedung
stasiun. Stasiun Kertapati terlihat rapi meskipun ratusan orang hingga ribuan
orang singgah dan menggunakan stasiun ini untuk melakukan perjalanan ke Lampung
atau arah Lubuklinggau. Untuk fasilitas, stasiun ini tidak berbeda jauh dengan
stasiun kereta api yang ada di Pulau Jawa.
***
“Aku pengen jualan pempek!” jawab
istri saat saya tanya, kira-kira bisnis apa yang mau dijalankan saat stand by di rumah setelah kegiatan kursus
menjahitnya vakum beberapa bulan ini.
Saya mengangguk.
“Nanti, saat mudik lebaran, aku
belajar pempek sama sepupuku,” lanjut istri. “Kebetulan, beliau jago buat
pempek.”
Saya kembali mengangguk. Untuk urusan membuat pempek,
saya lumayan mengerti karena beberapa kali pernah membuat. Namun kalau dibilang
ahli masih jauh sekali sebab keahlian membuat pempek kudu dilatih setiap hari
agar makin mahir teknik membuatnya.
“Bagaimana kalau kita sekalian
kunjungan ke Palembang,” jawab saya tiba-tiba. “Ya, hitung-hitung honeymoon
season berikutnya,” lanjut saya sembari tersenyum. Sebelum istri menjawab,
telepon genggam di tangan saya sudah mengklik aplikasi pemesanan tiket dan
booking hotel.
“Setuju!” jawab istri.
“Kalau mau berbisnis pempek, kita
perlu tahu pempek-pempek di Palembang yang enak dan favorit,” balas saya. “Harus
dicari analisa mulai dari rasa, bahan baku hingga branding produk,” lanjut saya
sok seperti pengusaha sungguhan. Padahal selain memang ingin tahu rasa pempek
dari kota asalnya, tujuan lainnya adalah sekalian liburan dan kulineran
ha...ha...ha...
***
Biasanya sebelum melakukan perjalanan,
saya akan merencanakan sebaik mungkin agar perjalanan lebih efektif dan
efisien. Misalnya meng-arrange berapa
biaya yang harus dikeluarkan untuk transportasi dan akomodasi seperti biaya
makan dan hotel. Menentukan destini wisata satu tempat dengan tempat lain
dengan memerhatikan jarak dan waktu.
Nah, saat menentukan perjalanan ke
Palembang. Ada tiga pilihan kelas dalam kereta yaitu kelas ekonomi, bisnis dan
eksekutif. Harganya juga berbeda jauh, kelas ekonomi berkisar 40 ribu rupiah,
sedangkan kelas bisnis berkisar 150 ribu sedangkan kelas eksekutif 180 ribu
hingga 200 ribu.
Awalnya saya dan istri memilih untuk
mengambil kelas ekonomi karena niat ke Palembang juga untuk backpackeran.
Namun, tiket kelas ekonomi beberapa hari pasca lebaran ludes hingga beberapa
minggu berikutnya. Ya sudah, pilihan ada di kelas bisnis untuk berangkat dan
kelas eksekutif untuk pulang.
***
“Kita sarapan di mana?” tanya istri.
Aku diam sejenak. “Destini pertama
kita makan Martabak Har,” jawabku. Istriku mengangguk seraya tersenyum.
Transportasi yang kami gunakan adalah
transportasi online. Selain praktis, menggunakan ojek online akan memudahkan
dalam mencapai tujuan dengan harga yang tidak mengada-ada kecuali di jam sibuk
pada tempat yang sibuk.
Martabak
Har
Sebelum saya berkunjung ke Martabak
Har, saya sudah terlebih dahulu mencari di Gmap. Terdapat di Jalan Sudirman, Martabak
Har ini adalah sejenis martabak telur dengan bumbu kari.
Jujur ya ini pertama kalinya saya
mencoba martabak dengan bumbu kari. Potongan martabak dengan dicocol ke dalam
kari jadi pilihan rasa yang unik dan nikmat tentunya. Walaupun (saya harus jujur
lagi), perpaduan antara martabak dan kari ini agak asing di lidahku. Tapi buat
pecinta martabak dan kari, kalau ke Palembang musti cobain Martabak Har ini.
Martabak Har
Harga per-porsi martabak ini berkisar
antara 18 ribuan. Kami memesan dua porsi dan teh manis. Tidak sampai habis
50ribuan untuk sarapan nikmat dan unik pada pagi di Palembang.
Masjid
Agung Palembang
Selesai makan martabak, perjalanan
saya dan istri dilanjutkan untuk istirahat dan bebersih diri. Dan pilihan kami
adalah Masjid Agung Palembang yang ternyata letaknya tidak jauh dari lokasi Martabak
Han.
Masjid Agung Palembang
Saya numpang mandi di masjid ini,
masjid yang terlihat begitu megah dan luas ini terlihat bersih dan rapi. Kamar
mandinya pun lumayan banyak sehingga banyak juga warga atau orang-orang yang
berkunjung singgah untuk beribadah dan numpang bersih bersih.
Selesai mandi, saya dan istri
istirahat sejenak sembari menunggu sholat dzhuhur.
Monumen
Perjuangan Rakyat (Monpera)
Selesai sholat dzuhur, saya menuju ke
selatan. Tepat di samping Masjid Agung Palembang terdapat sebuah monumen yaitu
Monpera, Monumen Perjuangan Rakyat.
Di pinggir jalan tulisan Monpera sudah
terlihat. Di sebelah kanan dan kiri terdapat tank tempur yang didisplay. Nah dari
beberapa literatur yang saya baca, Monpera ini adalah monumen yang dibuat untuk
memperingati pertempuran yang sempat terjadi di tahun 1946 dan 1947 di
Palembang.
Bentuk Monpera ini seperti bunga
melati yang melambangkan kesucian hati dari para pejuang.
Oh ya, ada yang menarik di belakang
monumen ini. Ada tulisan “Lebih baik hancur pada debu kemerdekaan daripada
dijajah. Patah tumbuh hilang berganti”. Nah,
kalimat terakhir ini jadi mengingatkan pada lirik lagu band musik Banda Niera yang
salah satu personilnya adalah Rara Sekar, kakak penyanyi Isyana Sarasvati.
Museum
Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang
Nah, tidka jauh dari Monpera terdapat
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II. Sayang saat akan singgah dan masuk, museum
ini sedang dalam tahap renovasi.Saya dan istri hanya melakukan foto foto di depan
museum.
Museum Sultan Mahmud Badaruddin II
Sungai
Musi
Gagal ke museum tidak membuat hati
saya kecewa sebab tepat di depan museum ada salah satu icon dari Kota Palembang
khususnya dan Sumatera Selatan pada umumnya. Yap, salah satu sungai terbesar di
Sumatera ini menjadi pelipur dan penambah kebahagiaan.
“Wah, Sungai Musi...,” ucapku
sumringah. Istriku pun ikut sumringah.
Angin berhembus kencang meniup syal di
leherku dan tentu saja menggerak-gerakkan kerudung istriku.
Di pinggiran Sungai Musi ini sudah
dibuat rapi dan benar-benar asik buat bersantai. Beberapa tempat duduk dan
taman tersedia di sini. Nyaman sekali. Kalau lapar, jangan khawatir banyak
penjaja makanan. Karena saya datang masih siang, penjaja makanan belum lah
terlalu banyak. Tunggu kala senja tiba. Dijamin...
Kami kembali melakukan foto di pinggir
Sungai Musi dengan background Jembatan Ampera yang juga menjadi salah satu icon
dari Kota Palembang. Bagi saya bercengkerama dengan orang yang dicintai dengan
melihat dunia yang berbeda adalah bintang lima (istilah bagi saya untuk rating
dalam memaknai sesuatu).
Sungai Musi dan Jembatan Ampera, Palembang
Sayang, di pinggiran Sungai Musi
perbatasan yang masih masuk ke daratan. Sampah plastik bekas makanan ringan dan
botol botol bekas minuman berserakan di mana-mana membuat keindahan Sungai
Musi.
Kesadaran membuang sampah di beberapa
daerah Indonesia memang masih menjadi PR. Perlu banyak pihak yang membenahi ini
semua termasuk dalam pembenahan sistem pendidikan kita. Ah, jadi ngelantur saya
ha..ha... tapi gregetan saja kalau lihat sampah di mana-mana, apalagi di tempat
wisata sekeren ini.
Sekitar pukul dua siang, saya dan
istri meninggalkan Sungai Musi menuju ke hotel. Istirahat sebentar sebelum
menjelajah Palembang lebih dalam lagi.
Seru banget perjalanannya, berjalan ke tempat khas dan juga sekalian kuliner, Jadi lapar membaca review mengenai martabak Har, karna aku juga pernah coba tapi bukan di Palembang, martabak Har khas orang India karna memakai kuah kari.
BalasHapusDulu saya pernah tgl di salah satu kabupaten di prov jambi.
BalasHapusLumayan lama.
Tapi entah kenapa gak pernah sekalipun menjelajah sumatera selatan, kecuali lewat aja pas mau balik ke bandung by bus.
Selalu mainnya ke arah sumbar.
Jadi mupeng ke Palembang dan lapeer lihat Martabak Har. Ini terkenal bangets ya..saya susah pernah makan juga. Endeeuss bener!
BalasHapusDan sama, paling sebel juga dengan sampah di tempat wisata. Jadi kurang nyaman deh jalan-jalannya...hiks
Waduh saya juga mupeng ingin ke Palembang. Ditambah lagi pergi sama orang tersayang ya, semakin ingin hahaha
BalasHapusSeru ini ya buat liburan singkat. Kadang perlu juga pergi ke tempat yang deket2 saja hehe
wuah bulan depan saya insyaALlah ke palembang mengunjungi kerabat yang menikah. ulasan mas nya bisa saya jadiin referensi nih. dulu sempat juga kepalembang beberapa kali tapi gak pernah tau ada makanan yang terkenal selain pempek nya. jadi pengen makan martabak har nya. makasih mas ulasannya informatif seklai
BalasHapusWah seru ya liburannya, apalagi sambil wisata kuliner. Liat foto martabak har aja langsung penasaran dengan rasanya. Denger-denger martabak har sama dengan martabak India ya mas?
BalasHapusMartabak HAR Favoritku. Btw kalau di warung yang ga menyandang nama HAR, harga martabak telor ayamnya masih banyak yang 10 ribu lgo. Rasanya sama enaknya. Biasanya yang buka warung itu mantan karyawannya HAR juga.
BalasHapusSaya itu sudah lama pengin ke Palembang, Mas Erfano. Soalnya banyak wisata terkenal, juga makanannya. Bahkan pas pesta olahraga kemarin, saya sudah ancang-ancang. Sayang ada urusan. Nah, saya juga penasaran dengan martabak Har ini. Soalnya sejak kecil sudah baca ceritanya di majalah Bobo
BalasHapusini siy martabak juaranya, emg top banget rasanya, udah jadi makanan khas juga di samping pempeknya
BalasHapusOh ternyata selain pempek, kulineran lainnya yang direkomendasikan adalah Martabak Har itu ya mas?
BalasHapusAku blm pernah ke Palembang haha pengen sekali ke sana. Noted sama beberapa lokasi wisatanya, terutama di sunga Musi deket jembatan Ampera itu ya, itu icon Palembang banget dan mesti poto2 di sana :D
Martabak bumbu kari pasti sedap sekali... Saya suka martabak telur seperti ini. Tapi biasanya dimakan pakai saus cuka... Btw smg lancar bisnis pempeknya yaa...
BalasHapusasyik banget pasti liburannya, btw itu sungai musi yang terkenal itu kan yak ? :D
BalasHapusLebih baik hancur pada debu kemerdekaan daripada dijajah. Patah tumbuh hilang berganti. Wah dalam sekali makna nya
BalasHapus