Jalan-jalan
sambil kerja itu emang menyenangkan. Gimana
nggak menyenangkan, akomodasi mulai
dari transportasi dan hotel ditanggung,
bisa jalan-jalan gratis kalau lagi break
kerja, dan bonusnya dapat uang jajan he... he... he.... Tapi enggak enaknya,
karena sambil kerja, jadi tanggung jawab
terhadap pekerjaan yang diutamakan. Raga jalan-jalan namun pikiran masih ngurusin kerjaan.
Salah
satu kerja sambil jalan-jalan yang mengasyikkan adalah ke Pulau Nias tahun 2017
lalu. Sebelumnya, aku pernah mengunjungi pulau ini di tahun 2009 dan 2010,
nyaris sepuluh tahun.
Perjalanan
ke Nias memakan waktu yang nggak
sebentar, kita kudu naik pesawat dua
kali. Pesawat pertama dari Bandara Soekarno Hatta ke Kualanamu Medan ditempuh
sekitar dua jam, kemudian dilanjutkan dengan pesawat kecil ke Bandar Udara
Binaka, Nias. Ditempuh sekitar satu jam. Saat naik pesawat dari Medan ke Nias, kalian
bisa melihat Dana Toba dan Pulau Samosir. Menakjubkan banget.
Selama di
Nias, aku cuma berada di sekitaran Gunung Sitoli. Di Nias, aku tinggal di Hotel
National pada kunjungan ketiga dan guest
house di Museum Pusaka Nias, sebelumnya pernah menginap di Nias Palace.
Untuk urusan hotel, Nias belum seperti Sumba yang memiliki hotel yang lumayan
bagus.
Pose Model di depan Rumah Adat Nias
Dari
Bandara Binaka menuju hotel yang letaknya berada di pusat kota Gunung Sitoli,
kita akan melewati kebun dan pantai. Keindahan Nias sudah terlihat di depan
mata, pantai dengan pohon kelapa, kesibukan warga kampung. Nah, sekitar
setengah jam kita akan sampai di pusat Kota Gunung Sitoli.
Tempat saya
menginap saat kunjungan ketiga adalah di Hotel Nasional, ini bukan hotel
berbintang. Fasilitasnya juga standar. Tapi setiap pagi bakal dapat sarapan,
biasanya nasi uduk dan lontong sayur medan. Begitu setiap hari. Karena acara
dimulai jam delapan pagi, aku olahraga dulu. JJP alias jalan-jalan pagi, habis
Subuh ke pusat kota yang ada ruko dan di belakangnya terdapat pantai. Di
ruko-ruko tersebut, ada yang jualan kue. Ini yang aku suka, bisa kalap
dibuatnya. Selain kue, tempat yang aku kunjungi itu juga berjualan nasi uduk,
lontong sayur medan dan nasi goreng. Karena, aku bakal dapat makanan yang sama
untuk sarapan di hotel jadi aku berburu kue saja.
Sebenarnya
penganan yang dijual nggak khas-khas banget daerah Nias. Mayoritas masyarakat
Gunung Sitoli adalah para pendatang. Kalau sempat ketemu atau menyapa di jalan,
beberapa adalah orang Jawa, Padang dan Bugis. Makanya kue yang dijual nggak jauh beda dengan kue yang ada di
Pulau Jawa. Kue seperti kue lapis, onde-onde, tahu isi, bakwan, pisang goreng
tersedia. Tapi ada satu yang unik yaitu, nasi dari ketan yang dibungkus daun
pisang lalu di atasnya ada pisang goreng kipas. Oh ya, sepanjang perjalanan,
apalagi kalau sore hari, penjual gorengan bertebaran di pinggir jalan. Yang aku
suka tuh, pisang gorengnya. Pisang goreng
kipas yang digoreng dengan tepung kriuk. Rasanya enak banget. Juara! Apalagi
kalau dimakan di pinggir pantai. Aduhai.... nikmat!
Pantai indah di Nias
Kalau
sudah puas berburu penganan kecil. Aku langsung balik ke hotel, biasanya aku jalan
kaki atau naik bentor (becak motor). Kalau setiap sore setelah acara, aku jalan
kaki lagi beli pisang goreng kriuk sambil makan di tepi pantai. Ini surga!
Di Kota
Gunung Sitoli ini sepanjang jalurnya ada pantai-pantai yang bisa dinikmati
waktu pagi atau waktu sore. Dulu, di tahun 2009 dan 2010, pantai-pantai ini
kurang terawat dengan baik. Banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan
di pantai. Jadi, kotor dan terlihat kumuh. Namun, saat 2017 kemarin aku
berkunjung, pemerintah setempat sudah banyak berbenah. Pantai sudah terlihat
baik, di bibir pantai dan pinggir jalan, beberapa penjual makanan sudah
tersedia. Pengelolaannya pun terlihat sudah cukup rapi.
Kalau mau
jalan-jalan di seputaran Gunung Sitoli, ada bentor alias becak motor yang siap
mengantarkan kita. Operasi bentor hanya sampai jam delapan malam. Kalau ingin
main ke kabupaten lain kalian kudu sewa mobil. Misalnya kalian mau pergi ke Kabupaten
Nias Selatan yang terkenal dengan rumah adat, loncat batu dan ombak besar untuk
surfing, kalian tinggal sewa mobil. Aku
sih belum pernah ke Nias Selatan,
jadi belum dapat gambaran secara utuh mengenai tempat itu. Tapi dari cerita
yang aku dengar, surganya Nias ada di Nias Selatan, mulai dari kekayaan budayanya,
rumah adat hingga wisata alamnya yang menakjubkan.
Naik Bentor alias becak motor
Nah, kedatangan aku ke Nias sebenarnya mempelajari budaya Nias.
Mulai dari seluk beluk nenek moyang orang Nias, bahasa, kebudayaan dan nilai-nilai
yang terkandung dalam kebudayaan masyarakat Nias. Jadi perlu banyak data dan
literasi yang diperlukan mengenai ini. Salah satu tempat keren yang seru untuk
dikunjungi adalah Museum Pusaka Nias, letaknya yang berada di barat Gunung
Sitoli bisa ditempuh dengan menggunakan bentor, cuma perlu 10 menitan menuju
museum ini.
Plang Museum Pusaka Nias
Museum
Pusaka Nias didirikan oleh orang Jerman yang mendedikasikan hidupnya untuk
mengenal kebudayaan Nias. Ketertarikannya terhadap kebudayaan membuat ia
memutuskan untuk tinggal di Nias. Keren yaak?
Masuk ke
museum, yang pertama terlihat adalah gerbang dan pembelian tiket masuk. Biaya masuknya
murah banget cuma lima ribu rupiah.
Saat mulai masuk, sebelah kanan akan ada asrama untuk pelajar yang dapat
beasiswa dari daerah-daerah untuk bersekolah atau kuliah, di arah kiri ada
perpustakaan. Samping jalan masuk di perpustakaan adalah guest house. Lurus dari gerbang sebelah kiri akan ada rumah adat
khas daerah Nias, persis depan jalan terdapat bangunan kayu bertingkat yang
merupakan gedung pertemuan. Di depannya terdapat besi yang menggulung akibat
dahsyatnya tsunami di Nias. Sebelah kanan terdapat Museum Pusaka Nias.
Di belakang
gedung pertemuan terdapat pepohonan yang sejuk, kantin, dan tempat duduk yang
lumayan banyak dan mengasyikkan pastinya karena berhadapan langsung dengan laut.
Pantai di Museum Pusaka Nias ini adalah
pantai bebatuan karang, beberapa sengaja dibuat seperti kolam. Berbeda dengan
pantai di sepanjang jalan Kota Gunung Sitoli yang kotor. Pantai di museum ini
airnya jernih. Aku pernah nyobain
mandi di pantai ini pagi-pagi dan sueger
benerrr.... tapi tetep asin sih!
Suasana tepi pantai di Museum Pusaka Nias
Di tepi
pantai, juga dibuat pondok-pondok. Biasanya dipakai untuk acara seperti
reunian, kumpul-kumpul genk, arisan dan kegiatan-kegiatan ngumpul lainnya.
Jadi,
lokasi Museum Pusaka Nias ini memang diperuntukkan bagi wisatawan lokal maupun
wisatawan luar untuk piknik bersama keluarga. Kalau mau belajar tentang budaya
Nias tinggal masuk saja ke museumnya. Nah, beberapa replika rumah adat yang ada
di Museum Pusaka Nias ini dapat disewa untuk dijadikan penginapan.
Kalau
malam hari, pelataran museum yang luas biasanya dijadikan latihan drama dan
tari anak-anak Nias. Jadi ya, saat menginap di guest housenya. Aku melihat puluhan anak-anak sedang berlatih tari
sepertinya akan ada acara di alun-alun Kota Gunung Sitoli.
Oh ya,
kalau menginap di guest house di
Museum Pusaka Nias, kita bakal dapat sarapan di kantin. Sarapan mahal karena
kamu bakal dapat view yang indah, melihat
sunrise, melihat ombak jernih berdeburan. Sayangnya, nunggu hidangan di kantin
lama banget. Pernah pas aku mesen nasi goreng, setengah jam
lebih baru beres. Padahal makannya cuma 10 menit, ha... ha... ha....
Hampir
lupa, di samping kantin dan belakang guest
house ada beberapa koleksi binatang langka yang ditempatkan di
kandang-kandang. Jadi wisatawan bisa berkeliling sambil melihat-lihat. Mirip kebun
binatang mini sih jatuhnya. Selain itu
beberapa pohon langka juga ditanam dan diberi label nama dan keterangan,
seperti di Kebun Raya Bogor.
Rumah Adat Nias di Museum Pusaka Nias
Bicara soal
Museum Pusaka Nias, apa saja koleksi
yang ada di dalamnya? Aku belum bisa banyak cerita. Kudu semedi dulu ha...
ha... ha... Tapi, kalau suatu waktu kalian berkunjung ke Pulau Nias dan sempat
mampir ke Gunung Sitoli, mampir deh ke Museum
Pusaka Nias. Seru banget....
Demikianlah
cerita random saya tentang Nias. Tadinya mau ngulik tentang Museum Pusaka Niasnya, tapi karena
openingnya nyeritain keseruan tentang Nias, jadi cerita tentang Museum Pusaka Nias secara utuh disimpan
dulu. Ceritanya bersambung gitu he...
he... he....
Semoga
berkenan! Terima kasih....
Saya tinggal di gunungsitoli mas, sekarang sudah ada penerbangan langaung dari jakarta ke gunungngsitoli. Jadi satu kali pesawat. Digunungsitoli juga masih ada pemukiman rumah adat. Jika suatu waktu datang lagi kenias. Bisa saya ajak jalan-jalan nih
BalasHapusHemm... jadi rindu laut. Pengen ngejajal surfing (padahal belum bisa ^_^). Pengen belajar dulu maksutnya.
BalasHapusLah ternyata kalau mau ke pulau Nias harus ke Kualanamu dulu ya? Aku baru tau. Kirain pulau Nias masih bisa dijangkau via Sumbar hehe
BalasHapusJauh juga perjalanannya dari Jakarta ya, Mas Erfano.
BalasHapusTapi dari cerita Mas, Nias sangat memikat, jadi pengin ke sana. Dan saya langung fokus ke nasi ketan dibungkus daun pisang yang di atasnya ada pisang goeng kipas. Penasaran perpaduan rasanya hehehe.
Penasaan juga tuh Mas, dengan isi museum pusakanya. Dari luar sudah ada ajakan untuk segera menjelajah ke dalamnya hehehe.
jauh banget perjalanan dari Jakarta, tiket domestik yang lagi mahal gini ke Nias jadi lebih mahal juga dong yaa
BalasHapuskalau ke museum pusaka nias bisa menginap di guest housenya, dekat pantai juga jadi bisa puas jalan-jalannya
Belum pernah ke Nias nih, cukup penasaran juga sama situasi wisata disana, apalagi museumnya, semoga ada rezeki bisa berkunjung ke NIAS khususnya di gunung sitoli ini
BalasHapusEh, Ini cerita kok pake acara bersambung segala. Tapi gapapa tetep seru kok. Ditunggu yaaaa sambungan Cerita nya
BalasHapusInfonya cukup informatif bang buat saya yang belum pernah ke Nias. Sejauh ini saya mengenal nias hanya laut yang indah dan lompat batunya. nice share bang.
BalasHapusSaya juga belum pernah ke nias
HapusCuma denger cerita aja...
Mudah2an suatu saat menginjakkan kaki juga ke nias ini
Mas Erfano udah ke Nias aja yahhh, saya yg orang Sumatera Utara aja malah belom nyampe² ke sana, huhuuw... Br sampe Sibolga aja gak jadi nyebrang kemaren tuh. Berarti di Gunung Sitoli banyak makanan khas Medan juga yaa
BalasHapusMas efaro seperti nya rumah-rumah di pulau Nias itu masih berbentuk rumah panggung gitu yac? Kultur Nias masih banyak di temui yac mas di pulau Nias sendiri
BalasHapusWew Nias, keren mas.Kalau dari Medan emangnya masih jauh ya mas? Kok naik pesawat? kirain bisa ditempuh cepet pakai jalur darat hehe.
BalasHapusBtw pas masuk museumnya bikin videonya gak mas? Penasaran isi museumnya apa aja ya :D
Hotel Nasional rekomen ya buat nginep? Bikin reviewnya jg mas hehe.
Aih seru banget ya kak, jalan2 ke Pulau Nias, semoga kapan2 bisa kesana juga nih, paling gak udah ada gambarannya disana & kesana
BalasHapusjadi penasaran museum pusaka ini seperti apa di dalamnya...
BalasHapusSeneng dong, sekalian kerja bisa sambil jalan-jalan.. Bisa sekalian nambah wawasan wisata nusantara. Wah, keren ya nias pesona alam dan budayanya. Kalau sudah begini jadi nanya ke diri sendiri, kira2 kapan bisa keliling seluruh negeri...
BalasHapusKu mupeng ke Nias. Dulu tahun 2002-2007 pernah tinggal di Langkat. Bersama suami dan anak roadtrip hampir semua bagian Sumut- dalam beberapa trip. Kecuali Nias karena susah akses ke sana saat itu.
BalasHapusWah semoga satu hari nanti kesampaian ke sana.
Mas erfano itu orang nias gak sih? Aku sudah pernah nih sekali jalan-jalan ke nias pas waktu kelulusan smp menuju sma. Seru banget memang disana tapi sering banget gempa jaman waktu itu.
BalasHapusSalam kenal. Saya baru saja pergi ke Nias Ramadhan Awal 2019 kemaren. Luar biasa kagumnya dengan nias. Kebetulan berangkat untuk tugas 1 minggu di RS Gunung Sitoli. Kota yang pernah lumpuh tetapi bangkit lagi setelah gempa hebat. Adanya tugu gempa di pusat kota dan pantainya di sepanjang jalan sangat indah namun belum terfasilitasi dengan baik oleh pemerintah setempat. Museum pusaka juga indah. Cocok untuk mencari inspirasi. Next saya mau nulis tentang Nias juga. especially Nias Selatan yg dijuluki para bule "Paradise"
BalasHapus