Ada yang aneh
beberapa minggu ini. Tempat sampah di
depan rumahku terdapat sampah lain. Awalnya aku berpikir sampah-sampah yang
mampir di tempat sampahku itu adalah sampah tetangga samping rumah. Kebetulan
tempat yang aku buat berkolaborasi dengan tetangga sebelah. Jadi kami berdua
bebas mengakses tempat sampah secara bersama-sama. Walau jika dilihat dari
luar, tempat sampah itu terkesan tempat sampah rumahku, karena sebagian tempat
sampah yang mengambil area tetangga ditutup dengan tembok.
Sore ini, sampah dengan
plastik yang cukup besar singgah kembali ke rumah. Aku heran, lantas menanyakan
kepada istriku.
“Tadi buang sampah di
tempat sampah?” tanyaku.
Istriku menggeleng. Sampah
di rumah biasanya ditaruh di dalam pagar. Biasanya akan dibuang di tempat
sampah kalau hari di mana tukang sampah akan mengambil sampah-sampah tersebut.
“Tetangga sebelah kayaknya
yang buang sampah,” jawab istriku.
“Tapi beberapa hari ini,
tetangga sebelah tutup pintu, gerbangnya dikunci,” ucapku sembari
mengingat-ingat. “Kalau tetangga sebelah ada, biasanya anak-anaknya suka ribut
dan kedengaran hingga ke rumah kita kan?” lanjutku lagi.
Istriku mengangguk, “Iya
ya, soalnya beberapa kali aku melihat ada plastik yang tiba-tiba ada di tempat
sampah. Biasanya kan tetangga sebelah menggantungkan sampahnya di pohon mangga.
Aku juga udah mulai curiga, kok sampah tiba-tiba nongol padahal tetangga
sebelah lagi enggak ada,” jelas istriku.
Aku terdiam sejenak.
Diskusi kami berlanjut. Jujur, aku jadi berprasangka buruk pada tetanggaku yang
berasal dari daerah tertentu. Di perumahanku, tetangga yang berasal dari daerah
tertentu itu cukup banyak dan terlihat dominan dan kadang semaunya sendiri. Aku
sih enggak mau mengeneralisir. Tapi
kejadian beberapa tahun lalu membuat kecurigaanku bertambah.
Dulu, tetangga di blok
paling ujung ketahuan olehku mengambil bata yang kusimpan di luar pagar.
Bata-bata sisa renovasi rumah kusimpan di depan pagar. Kupikir aman-aman saja
karena selama ini memang aman-aman saja. Hingga malam itu, sekitar pukul 12
malam, aku mendengar suara bata berbentur. Aku langsung terbangun dan membuka
pintu dan melihat ke luar pagar. Sosok wanita dan seorang pria paruh baya
sedang membawa bata menjauh dari rumahku. Tadinya aku mau berteriak namun
sudahlah. Malam itu juga bata-bata tersebut aku pindahkan ke dalam rumah.
Sejak saat itu, aku agak
melabeli tetangga di ujung blok yang bersuku tertentu itu. Kejadian dengan suku
yang sama namun beda tetangga kualami lagi. Saat itu aku akan merenovasi tembok
rumah yang gampang rontok karena dibangun oleh developer. Otomatis aku
membutuhkan pasir, semen dan lain-lain untuk menembok kembali. Belilah pasir
sebanyak satu kol. Saat pasir turun, tetangga dengan suku tertentu itu datang
untuk meminta pasir sebanyak satu ember. Kupikir sedikit ya sudahlah. Namun
saat tetangga tersebut datang, kaget bukan main terheran-heran aku dibuatnya,
embernya besar. Kalau dilihat satu karung satu ember yang ia minta. Hadeeh!
Mental gratisan...
Nah, saat sampah tiba-tiba
singgah dan menetap dengan tenang di tempat sampah. Tuduhanku langsung ke
tetangga-tetangga yang “enggak tahu diri” itu.
Dan.... berminggu-minggu aku tidak menemukan jawaban siapa yang buang
sampah di tempatku.
Seminggu sekali, sampah
nongol kembali. Pernah saat musim
durian, satu plastik berisi sampah sisa kulit durian. Aduh... baunya ke
mana-mana. Tega aja sih menurutku, makan durian puas-puas, kulitnya dibuang di
tempat sampah orang. Aku kesal sekali, tapi ya sudahlah biarkan saja. Aku
perbanyak berdoa dan menyerahkannya pada Allah. Semoga ditunjukkan siapa pelaku
atau tetangga yang buang sampah seenaknya itu.
Tetangga yang menaruh
sampah di tempat sampahku sepertinya tahu kapan kami keluar. Beberapa kali
terjadi, jika kami sedang pergi keluar dari pagi hingga petang, sesampainya di
rumah. Satu plastik sampah sudah bertengger manis di tempat sampah. Seru kan? Si
pelaku pembuang sampah itu tahu benar dan membaca gerak-gerik aku dan istri.
Ampun deh... segitunya.
Kejadian pembuangan sampah
masih terjadi. Suatu hari saat akhir pekan, aku dan istri pergi keluar mencari
perlengkapan rumah tangga. Saat pulang, aku melihat ada satu plastik sampah
yang sudah berada di tempat sampahku. Satu lagi tercecer di luar, diacak-acak
kucing. Dari satu plastik yang tercecer itu ada sebuah amplop yang terjatuh,
amplop bekas pengiriman barang. Aku pun masuk ke dalam rumah, memasukkan sepeda
motor lalu kembali ke tempat sampahku. Amplop sisa pengiriman sebuah barang itu
adalah petunjuk karena pasti akan tertera nama pengirim dan penerima.
Aku mengambil amplop bekas
pengiriman sebuah barang tersebut, dan kucari siapa yang dikirim. Aku lumayan
terperanjat, ternyata orang yang ada di nama tersebut adalah salah satu
tetangga yang selama ini tidak ada di daftar dugaanku dan istri. Tetangga yang
menurutku cukup religius karena baik suami atau sang istri adalah orang yang
mengerti soal agama.
Setiap pagi, tetangga
tersebut selalau menyapu rumahnya hingga kinclong bersih luar biasa.
Jalan-jalan juga kerap ia bersihkan. Namun yang buat aku heran kenapa buang
sampahnya harus di tempat sampahku?
Aku lihat satu plastik
sampah yang ada di kotak tempat sampah. Aku memastikan lagi. Ternyata ada foto
sang istri di sampah tersebut, beberapa kertas yang kulihat menujukkan
pekerjaan sang suami. Saat itu, aku benar-benar heran, dan tidak dapat bekata
apa-apa.
Aku masuk ke dalam rumah
dan menceritakan perihal ini kepada istriku.
“Tahu enggak, siapa yang
buang sampah selama ini?” ucapku.
“Siapa?” tanya istriku
ingin tahu.
“Tetangga itu!” jawabku
sembari menunjuk rumah tetangga.
“Serius?” ucap istriku tak
kalah heran. “Padahal kan?” lanjutnya kemudian diam sejenak. “Enggak nyangka
ya, selama ini kita menuduh tetangga dengan suku tertentu itu sebagai pelaku
utama. Namun ternyata tetangga yang kelihatannya baik dan relijius pelakunya,”
ucap istriku.
“Padahal si istri lulusan
pesantren. Kalau menulis di status di facebook seperti motivator,” ujarku.
“Facebook?” tanyaku heran.
“Aku sih enggak berteman,
tapi si istri teman rekan kerjaku dulu dan mereka mengerjakan proyek jualan
barang tertentu bareng-bareng. Dan herannya, setiap menulis di status di
facebook berasa seperti motivator yang menginspirasi padahal...,” ucapku
sembari tersenyum.
“Ya namanya manusia,” ujar
istriku.
“Belum lagi sang suami. Ah
sudahlah.... kadang manusia begitu, pengen terlihat bagus di mata manusia namun
menjelekkan orang lain. Rumahnya pengen terlihat selalu bersih namun buang
sampah sembarangan di tempat sampah orang. Wajar sih, cuma sampai segitu saja
kualitas dia sebagai seorang manusia,” ucapku sok bijak padahal masih kesel.
Sudah sejak lama dari awal
kepindahanku di rumahku ini, aku kurang begitu suka dengan tetangga yang
terlihat relijius itu. Entah, seperti ada sekat yang membatasi. Ada banyak
topeng yang mereka rekatkan di wajah-wajah mereka. Hubunganku selama ini pun
tidak luwes berbeda dengan beberapa tetangga lain yang rumahnya berada di blok
lain.
Terjawab sudah doaku
selama ini. Dan feelingku terhadap tetangga pelaku itu selama ini benar adanya.
Alhamdulillah....
***
Tempat sampah belum aku
bongkar. Rencana aku bongkar dan kuganti tempat sampah dari tong seperti milik
beberapa tetangga di komplek perumahanku. Dan aku punya tempat sampah pribadi
tidak lagu menyatu dengan tetangga samping rumah.
Kalau kalian bertanya
kenapa tidak menegur tetangga itu. Aku dan istri hanya tertawa sekarang melihat
tingkah manusia yang ingin terlihat selalu baik di hadapan manusia namun
mengorbankan manusia lainnya. Ini kehidupan. Aku sih yakin, tanpa kita
membalas, alam dan semesta yang akan mengambil peran untuk membalasnya.
Terima kasih. Semoga
bermanfaat.
🤣🤣🤣🤣 isi dan kemasan beda jauh ya Kang.Yah semoga kita terhindar dari hal sedemikian
BalasHapusBacanya seperti cerpen, alurnya membuat orang penasaran hingga ingin membaca sampai habis, sekarang banyak orang bermuka dua, hati2 nih dalam bergaul
BalasHapusCeritanya banyak mengandung pesan moral, Mas Erfano. Cara Mas menulis sangat runut dan bercerita, dan ini kalau ditulis cerpen jua bagus sekali.
BalasHapusBegitulah, Mas. Tidak selama sesuai dengan pandangan. tetangga saya, banyak yang rajib beribadah ke masjid. Mau siang malam, hujan rajin. Tapi ya rajin juga ceritain orang lain hehehe.
Tapi dari cerita Mas ini semakin menguatkan, perbuatan tak baik, cepat lambat akan ketahuan, ada saja petunjuk dari Allah. Dan memang bagusnya tempat sampah pribadi saja, Mas. Jadi tidak perlu berbagi dengan tetangga.
Ya Allah mas, Kayaknya mas harus berbuat dua hal deh.
BalasHapusyang pertama, minta maaf sama kedua tetangga yang mas curiGai. Minta maaf boleh dengan cara berbuat baik atau minimal antar "makanan ringan" karena dosa juga kalo udah nuduh tanpa bukti meski dalam hati.
Kedua, mas langsung tabayyun aja ke rumah tetangga yang suka buang sampah itu, heran ya manusia sekarang. Rumahnya dibersihin, tapi sampah nya dikirim ke rumah orang. Dia gak suka bau, tapi baunya dikirim Le rumah orang. Jangan lupa bawa bukti "pengiriman paket" yang menunjukkan itu sampah mereka. Manatau dia berkeliT.
Masalah kecil tapi menyebalkan ya Mas? Kalau aku, tetangga,suka bunyikan klakson motor siang maupun malam agar dibukakan pintu sama orang rumahnya, gak mau manggil, sampai kawanku bilang, tetanggamu royal klakson ya? Sangat mengganggu. kesel deh
BalasHapusMemang ya, mata kita ini seringkali terbatas kemampuannya. Yang baik belum tentu baik, yang buruk belum tentu buruk. Apa harus melihat dengan mata batin, ya? Huehehe ...
BalasHapusAku setuju tentang bahwa semesta sendiri yang akan memberikan balasan perbuatan baik dan buruknya kita.
Begitulah, terkadang kita tidak dapat menebak tentang seseorang dan perilakunya hanya dari luaran saja. Don't judge book by its cover. Semua menjadi pelajaran yang ada hikmahnya.
BalasHapusCerita awalnya bikin penasaran dan setelah itu ga disangka2, ternyata jangan menilai orang dari luar aja ya, urusan hati cuma Tuhan yang tau.
BalasHapuslika liku kehidupan bertetangga ya bang. Gak selamanya mulus. BTW tulisannya enak bang kayak lagi baca cerpen.
BalasHapusDari cerita mas, kalo menurut saya lebih baik mas bertanya ke kos tetangga mas yac,cek dan ricek buang sampah durian di tempat sampah mas. Dalam kehidupan sosial pasti deh ada yg suka dan tidak suka. Semua itu tergantung gmn kita menyikapinya.
BalasHapusYang namanya hidup bertentangga pasti ada aja ya ujiannya ya mas,aku pun pernah juga seperti ini di posisi yang sama,dan cuma bisa mengelus dada saja dan sabar,btw pesan moralnya kena banget ya ditulisannya
BalasHapusKalau di rumah ada 3 tenpat sampah. Satu besar di luar pagar buat diangkut mobil sampah. Satu di dapur. Satu di depan pintu rumah.
BalasHapusDuh ga nyangka yaaa... religius tapinyaa... speachless deh.. tp ya bagus deh kalo kakak ga balas yaa.. biar nanti Allah aja yg balas. Kita mah manusia kalo sanggup ya maafin aja.
BalasHapusDan emg masalah sampah ini pasti sering kejadian dimana2. Dan kasusnya pasti mirip2.
Btw.. aku suka jg nih cara penyampaiannya. Seperti cerpen. Jd kita terbawa suasananya.. hehehe...
Kalo saran aku sih sebaiknya diingatkan langsung kw orangnya mas. Tentunya dengan cara yang baik. Agar mereka tidak melakukan lagi ke tetangga lain misalnya.
BalasHapusYa ampiuun, kesel banget ya Mas Erfano, tp jd tau kan ya kl suku tertentu itu gak begitu (wkwk, aku sotoy), don't judge a book from its cover. Semoga kita² gak kayak tetangga pelaku buang sampah di tempat Mas itu yahh, duhh relijius tp akhlaknya kok gak dipake sihh
BalasHapuskasusnya sama kayak di depan kosanku bang, sampah anak kosan hanya dibuang sekali dalam dua hari. Tetapi hampir tiap pagi ketika berangka ke kampus selalu ada saja tumpukan sampah baru. Suka kesal tapi ya sudahlah, sekarena ibu tetangga kosan juga mengalami hal yang sama.
BalasHapusBanyak kejadian kayak gini. Seakan mengoreksi diri tentang perilaku kita sehari hari perihal sampah ...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusApalagi sampah plastik yang sulit terurai ya. Aku juga sering gemas dengan orang-orang yang kurang peduli lingkungan. Makanya, aku berani putusin pacar aku yang lagi sayang-sayangnya karena doi menganggap remeh sampahnya sendiri. Cerita lebih lengkap bisa baca blog aku ya kak*
BalasHapusSaya paling kesal dengan orang yang sembarangan menaruh atau meletakkan sampah. Apalagi mengambil yang tidak miliknya. Tentu sangat merugikan oranglain. Harus ditindak tegas sih menurutku.
BalasHapusKehidupan bertetangga itu lucu ya. Ada ada saja tingkah nya. Kalau tetangga ssya ada yang melanggar ketentuan bangunan rumah karena membangun rumah permanen di jalur hijau. Dan mengklaim.jalanan rumahnya milik dia untuk parking. Padahal dr ujung ke ujung hampir 100m hamya rumah dia yang bangunan permanen. Sisanya adalah jalanan.
BalasHapusJudul sampah, tapi cerita nya bikin orang penasaran, yahh ujian manusia pasti berbeda beda.
BalasHapus