Hari
pertama di Toraja, saya dan teman-teman perjalanan melakukan kunjungan ke
beberapa tempat yang rata-rata adalah pemakaman. Jujur ini adalah wisata yang
saya lakukan pertama kali, biasanya ziarah kubur saya lakukan menjelang bulan
Ramadhan atau menjelang Idul Fitri atau ketika pulang ke kampung halaman. Namun
ketika ke Toraja dan diberitahu bahwa salah satu tempat-tempat yang akan
dikunjungi adalah makam, saya lumayan excited
karena salah satu budaya yang terkenal dari Toraja adalah budaya
pemakamannya. Selain pemakaman tempat lain yang kami kunjungi adalah desa
wisata yang menghadirkan rumah-rumah adat Toraja.
Setelah
sarapan, sekitar jam delapan kami menaiki bus elf menuju ke tempat pertama di
Toraja Utara.
Rumah Adat Tongkonan di Toraja
Museum Ne’gandeng
Bus
melaju menembus jalanan lengang Toraja. Di sepanjang perjalanan beberapa bukit,
persawahan dan hutan-hutan terlihat indah. Masuk ke area museum ada plang
ucapan selamat yang seolah menyambut kedatangan kami.
Rumah
adat Tongkonan berderet rapi. Saya merasa takjub bisa melihat langsung deretan
rumah Tongkonan yang dulu saya lihat di acara-acara petualangan di televisi.
Bahagia rasanya melihat langsung rumah ini Toraja langsung.
Tidak
banyak yang kami lakukan di sini karena kami hanya melakukan swafoto dan foto
bersama karena kami datang terlalu pagi. Selain itu, seharian ini banyak tempat
yang akan kami kunjungi. Jadi tidak dapat berlama-lama.
Komplek Megalit Kalimbuang Bore
Tujuan kedua kami setelah
Museum Ne’gandeng adalah Komplek Megalit Kalimbuang Bore yang terletak di Kecamatan
Sesean Toraja Utara. Menurut wikipedia, Megalit
adalah batu besar (neologi dari bahasa Yunani: μÎγας (megas) berarti besar, dan
λίθος (lithos) berarti batu) yang digunakan untuk membangun struktur atau
monumen. Megalit menjadi tanda utama keberadaan tradisi megalitik,
tradisi yang muncul di beberapa tempat di bumi.
Seperti
dari pengertian tentang megalit tadi, ketika datang batu-batu yang memanjang berdiri
terlihat di dataran bagian bawah. Saat masuk, dua rumah tongkonan yang mungil
berdiri kokok juga seakan menyambut kehadiran kami.
Selain
melihat batu-batu megalit, naik ke bagian atas kita disuguhkan makam-makam
orang dewasa dengan melubangi bebatuan. Khusus untuk makam anak balita, ada
pohon tarra yang juga dilubangi untuk jasad anak yang meninggal.
Jika
ditanya bagaimana perasaanya mengunjungi makam di Toraja. Biasa saja sih karena
kami datangnya beramai-ramai ha..ha...ha...
Kuburan Purbakala Kete Kesu
Uju
nyali tidak hanya selesai di Komplek Megalit kalimbuang Bore. Itu belum
seberapa karena ada yang lebih ekstrim dan memacu adrenalin. Kuburan Purbakalan
Kete Kesu ini terdapat di Paepalean, Sanggalangi, Toraja Utara. Kita berjalan
cukup jauh dari parkiran menuju ke area kuburan Purbakala Kete Kesu. Sebelum
memasuki area pemakaman, rumah tongkonan yang berbaris rapi sudah siap
menyambut para wisatawan. Jadi sebelum memasuki area makam kita bisa melakukan
swafoto atau foto ramai-ramai.
Rumah
Adat Tongkonan
“Tongkonan
adalah rumah adat masyarakat Toraja.
Atapnya melengkung menyerupai perahu, terdiri atas susunan bambu (saat ini
sebagian tongkonan menggunakan atap seng). Di bagian depan terdapat deretan
tanduk kerbau. Bagian dalam ruangan dijadikan tempat tidur dan dapur.berasal
dari kata tongkon (artinya duduk bersama-sama). Tongkonan dibagi berdasarkan
tingkatan atau peran dalam masyarakat (strata sosial Masyarakat Toraja). Di depan
Tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi
ini dibuat dari batang pohon palem (banga). Saat ini sebagian sudah dicor. Di
bagian depan lumbung terdapat berbagai ukiran, antara lain bergambar ayam dan
matahari (disebut pa'bare' allo), yang merupakan simbol untuk menyelesaikan
perkara.” (Wikipedia)
Masih
di area Kete Kesu. Ketenangan rupanya masih dapat dirasakan karena sepanjang
jalan menuju ke lokasi makam, terdapat banyak toko-toko yang menjual oleh-oleh
Toraja seperti gantungan kunci, aneka kaos, beberapa kain tenun khas Toraja,
dan beberapa benda khas daerah Toraja lainnya.
Mulailah
kami masuk menuju lokasi pemakaman, lokasi yang cukup ramai membuat uji nyali
kali ini tidak terlalu menakutkan. Beberapa jenazah ditaruh di dalam batu-batu
yang dilubangi atau beton-beton yang sengaja dibuat. Di beberapa makam, ada
patung di depannya yang dibuat menyerupai jenazah orang yang ada di dalam.
Kemudian
kami menaiki anak tangga. Nah, di sinilah letak uji nyali sebenarnya. Terlihat
kuburan-kuburan kuno yang sudah berlumut. Beberapa keranda jenazah terlihat
cukup lapuk. Di kiri kami beberapa tulang belulang dan tengkorak membuat bulu
kuduk saya berdiri. Horor. Namun karena perjalanan ini dilakukan ramai-ramai
dengan sesekali berfoto dan mendengarkan
penjelasan dari guide yang asli orang Toraja, bulu kuduk yang berdiri diam
tanpa ambisi.
Aku
menghela nafas. Sungguh ini belum apa-apa karena untuk wisata kuburan, ada yang
lebih menyeramkan ternyata.
Sebelum
melakukan wisata yang penuh dengan uji nyali kami makan siang dulu. Kebetulan
ada rumah makan halal yang makananya lengkap dan variatif. Kami memilih Rumah
Makan Ayam Penyet Ria di daerah Singki’, Rantepao. Aneka makanan mulai dari
makanan tradisional hingga makanan seafood dapat dipilih di rumah makan ini.
Beberapa dari kami memilih gado-gado yang terlihat menggoda, beberapa yang
lainnya memilih soto dan nasi goreng. Untuk minuman, di rumah makan ini juga
menyediakan ragam minuman yang juga tak kalah menggoda. Apalagi setelah
berjalan dari kuburan ke kuburan. Rupanya uji nyali membuat perut kosong
keroncongan.
Makanan
kami datang, aku memesan gado-gado dan es jeruk. Secara tampilan, gado-gado
yang disjaikan adalah jenis gado-gado restauran, sotonya pun demikian. Ketika
makanan dicicipi, rasanya enak. Sesuai ekpektasi!
Kuburan Goa Londa
Setalah
makan siang dan beristirahat sejenak di rumah makan. Perjalanan kami lanjutkan
kembali. Kali ini kami menju salah satu kuburan yang bagi saya uji nyali yang
sesungguhnya.
Bus
kami berhenti di pelataran parkiran. Kami turun dan mulai berjalan ke gerbang
pemakaman di Goa Londa. Dari parkiran
menuju gerbang, kami menaiki tangga. Saat sudah sampai di gerbang, Goa Londa
sudah terlihat dari jauh dengan patung-patung manusia di atasnya.
“Aku
enggak kuat!” ucap salah satu teman. Saya kurang paham apa yang terjadi
dengannya, namun teman yang satu ini bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat.
“Aku menunggu di sini saja,” lanjutnya sambil menepi di dekat gerbang.
Walaupun
sesungguhnya ada perasaan takut, namun sesekali melakukan wisata begini seru juga
dan menantang.
Sisa
dari kami menuruni tangga menuju goa. Di pelataran goa bau-bau tertentu sudah
mulai tercium. Di dinding goa bagain depan terlihat jelas beberapa keranda
mayat yang ditaruh di atas. Patung-patung manusia yang menyerupai orang yang
meninggal berbaris berbanjar seolah menyambut kedatangan kami.
Ada
dua goa yang akan kami masuki. Goa pertama dalamnya kira-kira 20 meter. Saya
sedang akan bersiap menyalakan rekaman video. Guide sudah siap menemani kami
dengan membawa obor.
“Aku
enggak ikut masuk,” ucap satu teman.
“Saya
juga. Saya menunggu di sini saja.”
“Aku juga enggak ikut. Nggak kuat!” ucap yang
lain.
Saya
terperangah. Loh kok? Banyak juga yang undur diri. Saya memberanikan diri untuk
masuk. Telepon genggam yang sudah saya siapkan sudah saya pencet record video.
Kami pun masuk....
Saya
tidak terlalu mendengar penjelasan guide karena mata mengarah pada bungkusan
bungkusan jenazah yang ditaruh di dinding goa bagian bawah atau di bagian atas.
Tidak hanya di situ saja, di langit langit goa juga beberapa bungkusan mayat
ditempatkan. Badan saya sudah lemas. Beberapa kali mata melihat tulang dan
tengkorak yang terpampang begitu saja, atau melihat tulang belulang yang muncul
di sela-sela bungkusan.
Suasana
gelap dengan terang hanya dari obor membuat suasana makin mencekam. Ah,
seandainya jika bukan karena penasaran dan pengalaman mungkin saya akan keluar.
Tapi, jika pun keluar pasti keluar sendirian. Jadi lebih baik mengikuti saja
dulu.
Sampai
di penghujung goa, saya terperanjat karena ada keranda yang masih baru. Itu
berarti ada mayat yang baru saja singgah di goa ini. Saya kembali menghela
nafas. Badan kembali lemas.
Guide
membawa kami keluar goa. Saya merasa begitu lega. Sesampainya di depan goa,
kepala sudah mulai pusing, perut sedikit mual.
“Yuuk
lanjut ke goa kedua!” ajak teman saya.
Saya
menggeleng, “Enggak! Sudah cukup!”
“Tenang,
cuma 5 meter doang!” jawabnya.
Aku
kembali menggelang, “Enggak, ah. Sudah!”
***
Perjalanan
seharian berakhir di Goa Londa. Kami menuju hotel untuk mandi dan bebersih,
setelahnya kami makan malam di rumah makan yang tadi siang kami kunjungi Sekitar
jam delapan malam kami kembali ke hotel. Ini bukan hotel berbintang namun cukup
nyaman untuk disinggahi setidaknya semalam ini.
Pengalaman
mengunjungi wisata kuburan di Tana Toraja membuat saya belajar banyak tentang
budaya Indonesia yang beragam termasuk budaya di Toraja. Ya, meskipun menakutkan
dan menantang pastinya.
Hiiii, sering liat wisata kuburan ini di TV, tapi kalau saya mah ogah dah ke sana.
BalasHapusterlalu cemen saya mah :D
Tapi memang wisata tersebut mencerminkan betapa beragamnya wisata kita, mau cari wisata apaaaa saja ada di Indonesia :)
Wisata pemakaman ya Mas, hehe... Luar biasa ah kayak uji nyali aja. Tp lucu juga yg perut keroncongan itu. Perut jg laper gegara uji nyali ya wkwk. Ikut menahan napas juga baca tulisannya Mas Erfano. Nice, tfs yaa
BalasHapusPernah liat kuburan buat anak kecil yang pohon dilubangi tengahnya. Katanya biar anak itu merasa di dekap ibunya karena pohon itu seperti memeluk rohnya.
BalasHapusBtw mas erfano, masih untung wisata kuburannya siang yaaa.
Gak tau dah gimana kalo malam ke sana. Haha
Sering nonton di TV, liputan tentang toraja. Sekian kali nonton, sekian kali terkagum mereka bisa membuat kuburan di goa-goa gitu. KOnon biayanya juga mahal ya bang
BalasHapuswalaupun udah menguatkan hati dan mental rasanya tetep lemes ya mas, secara liat tengkorak dan bungkusan-bungkusan belulang gitu, huhu
BalasHapusvideonya dishare di YT gak mas? Pengen liat penasaran
Ini ciri khas banget ya di Tana Toraja.
BalasHapusIndonesia sungguh KAYA!
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Kuburan jadi tempat wisata, kok kayaknya nggak aku banget ini. Kalo cuma melihat tengkorak2 jaman dulu masih bisa dipaksa-paksain. Tapi kalo ketemu keranda dengan mayat yang masih baru itu, pasti rasanya pengen kabur aja, hehe..
BalasHapusKalo ke kuburan kok sepertinya nggak jadi wisata ya mas? hehe ... apalagi ada patung yang dibuat menyerupai segala, kok saya jadi nggak nyaman ya kalau ke sana
BalasHapusKampung halaman mamaku...hehehe, saya pun orang asli sulawesi selatan ke wisata kuburan toraja agak ngeri.. apalagi patung-patungnya.
BalasHapusMakam-makam di Toraja memang justru jadi tempat wisata, Mas Erfano. Turis asing sangat suka hal ini. Soalnya agak beda memang. Bahkan tengkoraknya ada yang puluhan tahun masih utuh kan, Mas hehehe.
BalasHapusWiiih mas erfano berani, salut akuh... Kalo aku mah ikut tim luar aja, alias nunggu di luar wkwkwk, tapi emang itu merupakan salah satu budaya daerah Indonesia, yang mesti kita dukung dan pelihara.
BalasHapusHoror banget ini : Sampai di penghujung goa, saya terperanjat karena ada keranda yang masih baru. Itu berarti ada mayat yang baru saja singgah di goa ini. Saya kembali menghela nafas. Badan kembali lemas.
BalasHapusDuh..saya pernah ke Kuburan Trunyan di Bali juga jenazah barusan 2 hari "ditaruh" di situ...lemas juga dengarnya.
Masya Allah, sungguh budaya Indonesia beraneka ya.
Antara unik takjub tapi agak serem, penasaran juga mau berkunjung ke kuburan toraja, sering lihat di televisi.
BalasHapusMbaaa.. gimana itu rasanya ngunjungin kuburan Mba, gak kebayang rasanya ngunjungin kuburan wisata gini
BalasHapusWih, aku berani gak ya kesini, semenjak jadi ibu, nyaliku jadi ciut nih, tp kalau ada kesempatan aku mau coba ah kalau ramai2 😆
BalasHapusFaisal Oddang, cerpenis asal Sulawesi selatan pernah bikin cerita dengan. Latar makam toraja, menang jadi cerpenis terbaik kompas.
BalasHapusYa Allah serem amat sih mas..
BalasHapusBtw gak ada yg ngikut pulang kan mas...
#kaboooorrrrrr
salah satu lokasi yang aku masukan dalam list kunjungan nih, tana toraja yang terkenal dengan adat dab budayanya
BalasHapusTeman-teman aku udah banyak banget yang ke Toraja. Padahal aku ngarep bingit dapet project ke tempat ini soalnya memang masih kental budaya dan tradisinya*
BalasHapusJadi penasaran pengen banget ke Toraja.Semoga kapan kapan bisa kesana
BalasHapusWah baru tahu nih. Jadi di Toraja itu yang dimaksud kuburan yaa goa tempat meletakkan bungkusan mayat itu, ya?? hmm... kalo saya sih serem mas, gak berani masuk
BalasHapus