Beberapa kali
mengunjungi Semarang, ini kali pertama saya akhirnya memutuskan untuk
mendatangi Lawang Sewu, itu juga karena salah satu agenda yang diadakan
tempat kerja. Ya, daripada berdiam diri di bus, mending ikut serta,
hitung-hitung cari pengalaman.
Jujur ya, saya bukanlah
pencinta gedung-gedung tua. Di tempat
saya tinggal sekarang, Kota Bogor, rasanya saya hanya beberapa kali mendatangi
gedung-gedung tua peninggalan Belanda. Selama hampir 20 tahun tinggal di Bogor,
saya berkunjung Istana Presiden yang ada di kawasan Kebun Raya Bogor hanya dua
kali. Itu juga karena diajak teman-teman.
Ada alasan yang
membuat saya kurang suka berkunjung ke gedung-gedung tua. Bau gedung yang khas
entah kenapa bikin saya tidak nyaman, belum lagi timbul perasaan aneh ketika
melihat sudut-sudut gedung tua. Saya sih nggak bisa lihat makhluk makhluk tak
kasat mata, jangankan melihat merasakan kehadirannya pun nggak bisa. Cuma perasaan
nggak nyaman aja yang selalu timbul.
Saat ada gerakan untuk
berkunjung ke museum museum. Saya tidak begitu antusias. Sebagian besar museum
berada di gedung gedung tua dengan barang-barang yang dipamerkan adalah
barang-barang peninggalan.
Balik lagi ke Kota
Semarang, sebelum-sebelumnya saat mengunjungi kota ini, yang saya incer adalah
sajian kuliner khas dan melegenda. Ada beberapa tempat yang saya kunjungi
seperti es krim jadul di Ice Cream Florian yang terkenal di Semarang dan Toko
Oen yang menjual roti jadul. Selain di Semarang, restauran ini juga ada di Kota
Malang.
Kuliner khas Semarang yang disajikan di kaki lima
juga jadi pilihan yang menarik. Saya makan tahu campur dan nasi ayam dan nasi
pecel saat sarapan di pagi hari. Tak lupa juga mencicipi lumpia dari beberapa
kedai lumpia, mulai dari kaki lima hingga yang sudah masuk restauran (Lunpia
Cik Mei Mei). Semua saya coba.
Kembali ke Lawang Sewu,
saya dan teman-teman datang menjelang sore. Setelah membeli tiket yang harganya
10 ribu, kami kemudian masuk. Suasana di dalam cukup ramai ternyata, anak-anak
remaja levelan sekolah menengah terlihat mondar mandir. Saya pun memasuki
gedung utama Lawang Sewu. Mungkin karena banyak orang yang berseliweran, aroma
gedung tua tidak terlalu menganggu saya.
Kami pun menelusuri
ruang demi ruangan. Kali ini saya mulai agak kurang nyaman. Tapi sudah telanjur
masuk, ya nikmati saja. Toh ini
sekali kalinya berkunjung, jadi sudah punya pengalaman. Kalau ditanya teman
atau tetangga, apakah sudah pernah berkunjung ke Lawang Sewu. Saya akan menjawab
dengan mantap, “Sudah!” Sesederhana itu tujuannya….
Ada sign system dilarang masuk untuk
beberapa ruangan. Namun para remaja negara +62 ini, nggak bakalan asik kalau nggak melanggar aturan. Parahnya juga
tidak ada security yang berjaga, atau
kalau pun ada penjagaannya tidak terlalu ketat.
Kalau dilihat dan
dihitung, Lawang Sewu yang artinya Seribu Pintu berarti gedung ini memiliki
seribu pintu. Namun ternyata tidaklah demikian gedung yang merupakan kantor
dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) memiliki jendela jendela
besar nan lebar seperti pintu. Masyarakat yang melihatnya menganggap pintu dan
banyak. Jadilah Lawang Sewu…
Suasana horor mulai
terasa ketika kami terpecah dan saya bergabung dengan beberapa teman. Kami mulai
memasuki lorong yang terlihat sepi. Kalau sudah begini, saya pengen buru-buru
keluar. Hawanya sudah bikin nggak nyaman…
Sugesti horor makin
kencang, di pikiran lintasan film horor tentang Lawang Sewu mulai bikin panik.
Walaupun seumur hidup saya enggak pernah nonton film horor secara full tapi
lihat trailer saat sebelum film diputar di bioskop, cuplikan adegan
terbayang-bayang.
Namun, pikiranku
buyar, ajakan berfoto bersama membuat pikiranku teralihkan. Merasa sudah cukup,
saya keluar menuju pohon rindang. Banyak orang berkumpul di situ, apalagi ada
musik live dari pengamen yang menghibur.
Saya sedikit lega,
sembari melihat pengamen yang bernyanyi. Saya melihat sekitar, ada display
kereta api. Ternyata setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta
Api Repoeblik Indonesia (DKARI) yang sekarang menjadi PT. KAI alias Kereta Api
Indonesia.
“Yuuk ke gedung yang
ini!” ajakan untum mengunjungi gedung di samping pohon rindang. Sebenarnya aku
mau menolak, tapi dasar ya, untuk menjawab rasa penasaran saya akhirnya
mengiyakan. Hitung-hitung kalau nanti ada yang bertanya tentang Lawang Sewu,
saya bisa jawab berdasarkan pengalaman.
Saat mulai masuk
gedung, kami seperti masuk ke dalam lorong. Dilalah, lorongnya terlihat sepi,
senyap dan bulu kudukku mulai berdiri dong. Terus bau khas gedung tua juga
mulai tercium. Baru melangkahkan kaki beberapa langkah, saya menyerah. Kepala
sudah pusing. Itu pertanda saya tidak dapat melanjutkan.
“Saya nggak ikut deh!
Baunya nggak enak.” Saya menjelaskan. Saya butuh udara segar. Teman-teman pun
menangguk. Saya berbalik dan kembali duduk dekat pohon rindang. Lega.
Perasaan tidak nyaman
akhirnya teralihkan dengan penampilan pangamen yang benar benar menghibur.
Sekitar 15 menit,
teman-teman sudah keluar dari gedung.
“Gimana? Seru?” tanya
saya.
“Untung kamu nggak
ikut!” balasnya
“Kenapa?”
“Ada penjara bawah
tanahnya,” jelasnya.
Saya mengangguk lega.
Untung saja. Kalau ikutan bisa mual saya dibuatnya.
Saat semua teman
telah berkumpul, kami keluar dari kawasan Lawang Sewu. Bagi saya ya, ini
pengalaman pertama dan terakhir berkunjung ke Lawang Sewu. Berikutnya mungkin
saya akan menolak tegas atau ketika ada ajakan lagi ke Lawang Sewu. Yang
penting, rasa penasaran akan tempat ini sudah rilis. Dan jika ditanya tentang Lawang
Sewu, saya nggak mau-maluin buat ngejawab ha…ha….
Setiap orang memiliki
minat yang berbeda-beda. Setiap perjalanan ada sudut pandang yang juga berbeda.
Bagi saya perjalanan yang mengasyikkan adalah dapat menikmati kuliner khas
daerah meski sesekali perlu tahu hal yang berbeda untuk mengisi kantong
pengalaman.
Bagaimana perjalanan
menurutmu?
Aku salah satu penyuka museum, Mas, meskipun kalau kesana sendirian nggak akan berani. Memang sih, hawa-hawa di museum itu bikin nggak nyaman. Aku pernah ke Museum Ronggowarsito di Semarang bareng ibu dan anak-anak. Semula kami jalan sama-sama, entah kenapa kok aku jadi sendirian. Lalu ada kotak kaca besar banget yang ditutupi selendang. Duh, waktu saya perhatikan kelihatan tuh ada kaki kursi goyang. Saya langsung kabur. Jangan sampai deh begitu lihat eh ternyata ada kaki di kursi goyang itu, hahaha ...
BalasHapusJujur, saya juga tidak nyaman dengan bangunan tua kalo berasa horornya berbeda jika bangunan tuanya sudah direnovasi. 😁
BalasHapusKalau saya jsutru suka bangunan-banguna tua, Mas Erfao. Menyusuri, seakan ikut masuk ke lorong waktu hehehe. Makanya pas ke lawang Sewu sendirian, saya senang-senang saja. Walau harus diakui, setiap gedung tua termasuk benteng yang saya datangi, itu ada auranya yang bagaimana gitu hahaha.
BalasHapusSayangnya pas ke lawang Sewu, saya belum punya tripod. Jadi fotonya standar saja selfie-selfie tak jelas hahaha. Kalau ke Semarang lagi, saya mau mampir legi ke Lawang Sewu hehehe.
Lawang Sewu emang sering dikaitkan dengan kehororan ya Mas. Gak bs ngebayangin gimana rasanya zaman dahulu nasib para narapidana yg disiksa di penjara bawah tanahnya, huhuuu
BalasHapusHihihi, wah saya malah penasaran mau ke sana mas. Selama ini cuma nonton di TV aja. Pernah ke semarang, tapi cuma numpang lewat doang di depannya. Tapi benar kok, sesuatu yg tidak disukai itu tidak boleh dipaksakan.
BalasHapuspenjara bawah tanahnya dulu saya mau kesana tapi gak boleh masuk ya pak. Sya paling serem pas berada di tingkat paling atas. itu ngeri banget hawa-hawanya. tapi karena ramai orang ya udah dibawa santai aja. hehehe
BalasHapusKlu saya justru suka dgn bangunan tua. ada kesan eksotis gimanaa gitu. Suka liat detilnya. Kagum aja dgn arsitektur jadul
BalasHapusHm, sepertinya ini phobia akan bangunan tua atau apa gitu namanya, Mas....Atau malah Mas Erfano sejatinya bisa "melihat" yang enggak kasat mata tapi mengabaikan kemampuan itu.
BalasHapusIni hanya perkiraan saya ya hahaha. Karena kakak saya nomor lima (kwkw pakai nomor karena kakak ada 5), merasa enggak nyaman dengan hal seperti ini, bangunan tua, tempat yang lama enggak dihuni, pohon tua dan lainnya...Ternyata dia nanti kadang keceplosan apa gitu, padahal belum pernah ke situ, dan ternyata apa yang dibilangnya betul. hiiii...cuma dia enggak mau peduli waktu saudara ada yang nyarani buat mengasah kemampuan itu..
Btw, kalau saya, karena suami pecinta sejarah, tiap pergi selalu ke bangunan kek gini, museum, candi dan sejenisnya...:)
Kebayang sih masuk ke gedung tua besar dengan banyak lorong sepi. Saya juga bakal ngerasa nggak enak sih, tapi penasaran pasti. Namanya juga liburan, sayang aja kalo nggak mencoba tempat2 ikonik nya.
BalasHapusUntung aja nggak ikut lihat penjara bawah tanahnya ya Mas. Kalau pengalamanku waktu ke Lawang Sewu waktu itu juga pas gak terlalu rame jadi suasananya juga berasa agak horor. Tapi untungnya ga ada apa apa. Cuma ya gitu deh hawa nya kan udah beda aja ya Mas kalau suasana sepi apalagi di gedung tua gitu.
BalasHapusBtw pas kesana nyobain pecel koyor juga gak? Enak banget itu hehe 👍
Jujur sy takut kak ke Lawang Sewu, takut ga bisa tidur malamnya.. walaupun penasaran jg sih hehehe..tapi hrs diniatin ya klo ga gitu gak pernah tu deh indahnya Lawabg Sewu..
BalasHapusSepakat mas Erfano.
BalasHapusSaya juga bukan penikmat wisata bangunan tua, ataupun wisata alam yg masih asli.
Ada rasa tak nyaman tersendiri.
Dan yg sama lagi saya penikmaT kuliner setempat.
Yg itu ndakpapa, walopun kuliner itu peninggalan, mksdnya resep leluhur gitu, yg udah turun temurun, ndakpapa. Makin enak haha
Saya juga sama, ngga nyaman kalo mengunjungi bangunan tua. Kalo saya itu karena suka ketindihan sehabis bepergian gitu huhu
BalasHapusSering liat lawang sewu di tv tv, sekarang baru berani baca tentang pengalaman lawang sewu hmmm sepertinya saya belum ada niatan kesana:')
SAlah travel wishlist pengen ke Semarang tapi abis baca ini jadi berasa gimana gitu :)) jadi kepikiran nanti mampir LAwang Sewu apa ga usah aja ya. Tapi penasaran juga wkwkkwkw
BalasHapusBarusan saya kesana, Dan Ada beberapa tempat bikin saya mual,terowongan, sudut yg banyak fto org belandanya Dan jendela dekat kaca patri yg dekat tangga liat org ngintip pas kita foto, gak takut c cuma energi negatifnya kuat bgt smpe bkin mual. Untung masih bisa menahan diri
BalasHapus